Di
antara Al-Asma`ul Husna adalah Al-Jawwad (الْجَــوَّادُ ) Yang Maha
Dermawan. Nama Allah Subhanahu wa Ta'ala ini tersebut dalam sebuah
hadits dari Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ جَوَّادٌ يُحِبُّ الْجُوْدَ وَيُحِبُّ مَعَالِيَ اْلأَخْلاَقِ وَيَكْرَهُ سَفْسَافَهَا
“Sesungguhnya Allah itu Jawwad (Maha Dermawan) mencintai kedermawanan
dan mencintai akhlak yang luhur, serta membenci akhlak yang rendah.”
(Shahih, HR. Al-Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman dan Asy-Syasyi dalam
Musnad-nya, 1/80, Abu Nu’aim dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu dalam
Hilyatul Auliya. Asy-Asyaikh Al-Albani rahimahullahu menshahihkannya
dalam Shahihul Jami’ Ash-Shaghir no. 1744)
Dalam hadits yang lain, hadits qudsi:
وَلَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَحَيَّكُمْ وَمَيِّتَكُمْ
وَرَطْبَكُمْ وَيَابِسَكُمُ اجْتَمَعُوا فِي صَعِيدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلَ
كُلُّ إِنْسَانٍ مِنْكُمْ مَا بَلَغَتْ أُمْنِيَّتُهُ فَأَعْطَيْتُ كُلَّ
سَائِلٍ مِنْكُمْ ما سَأَلَ ما نَقَصَ ذَلِكَ مِنْ مُلْكِي إِلاَّ كَمَا
لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ مَرَّ بِالْبَحْرِ فَغَمَسَ فِيْهِ إِبْرَهُ ثُمَّ
رَفَعَهَا إِلَيْهِ، ذَلِكَ بِأَنِّيْ جَوَّادٌ مَاجِدٌ أَفْعَلُ ما
أُرِيدُ، عَطَائِي كَلَامٌ وَعَذَابِي كَلَامٌ، إِنَّمَا أَمْرِي لِشَيْءٍ
إِذَا أَرَدْتُهُ أَنْ أَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
Dan seandainya yang pertama di antara kalian (hamba-hamba-Ku) hingga
yang akhir di antara kalian yang hidup dan yang mati di antara kalian,
yang basah maupun yang kering di antara kalian, berkumpul dalam satu
hamparan. Lantas setiap orang di antara kalian meminta sesuatu hingga
akhir yang dia angan-angankan, lalu Aku beri semuanya apa yang dia
minta, maka itu tidak akan mengurangi sebagianpun dari kerajaan-Ku
kecuali seperti jika seseorang di antara kalian melewati sebuah lautan
lalu mencelupkan jarumnya ke dalamnya lalu mengangkatnya lagi. Hal itu
karena Aku adalah Jawwad (Maha Dermawan) Maha Mulia. Aku berbuat
semauku, pemberian-Ku adalah ucapan (tinggal mengucap) dan azab-Ku
adalah ucapan (tinggal mengucap). Sesungguhnya perintah-Ku terhadap
sesuatu adalah bila Aku menghendakinya tinggal mengatakan kepadanya:
‘Jadilah’ maka akan terjadi.” (Shahih, HR. At-Tirmidzi dari sahabat Abu
Dzar radhiyallahu 'anhu, Kitab Shifatul Qiyamah bab 48 no. hadits 2495,
lihat takhrijnya dalam kitab Al-Mathlabul Asna min Asma`illahil Husna
hal. 50 karya Isham Al-Murri)
Ibnul Qayyim rahimahullahu mengatakan:
Dialah Yang Maha Dermawan,
meliputi seluruh alam dengan keutamaan dan kebaikan-Nya
Dialah Yang Maha Dermawan,
tidak akan menelantarkan siapa yang memohon-Nya sekalipun dari umat yang kafir
Asy-Syaikh Muhammad Khalil Harras rahimahullahu menerangkan:
“Al-Jawwad adalah Yang memiliki sifat kedermawanan yang tinggi, yaitu
memiliki kebaikan dan keutamaan yang banyak. Kedermawanan Allah
Subhanahu wa Ta'ala itu ada dua macam:
1. Kedermawanan yang mutlak, mencakup seluruh makhluk. Tidak ada
sesuatupun dari makhluk melainkan memperolehnya. Semuanya telah Allah
Subhanahu wa Ta'ala beri karunia dan kebaikan dari-Nya.
2. Kedermawanan yang khusus untuk mereka yang memohon kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala, baik mereka meminta secara terus terang dengan
ucapan atau dengan kondisi mereka yang mengharapkan kebaikan-Nya, baik
yang meminta tersebut seorang mukmin atau seorang kafir, seorang yang
baik ataupun yang jahat. Maka barangsiapa yang meminta kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala dengan sungguh-sungguh dalam meminta-Nya,
benar-benar mengharap karunia-Nya, dengan merasa hina dan butuh di
hadapan-Nya, niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala akan berikan apa yang ia
pinta dan Allah Subhanahu wa Ta'ala akan sampaikan apa yang dia cari.
Karena Dia Maha banyak kebaikan-Nya dan Maha Kasih Sayang…” (Syarh
Nuniyyah, 2/95-96)
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu menjelaskan:
“Al-Jawwad yakni bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah Yang Maha
Dermawan secara mutlak. Kedermawanan-Nya meliputi seluruh makhluk-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala penuhi alam dengan keutamaan dan
kedermawanan-Nya serta nikmat-Nya yang beraneka ragam. Allah Subhanahu
wa Ta'ala juga memberikan kedermawanan-Nya yang lebih khusus kepada
orang-orang yang memohon kepada-Nya baik secara langsung dengan
kata-kata ataupun (secara tidak langsung) dengan keadaannya. Baik dia
seorang yang baik, yang jahat, muslim maupun kafir sekalipun. Maka
barangsiapa yang memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, Ia akan
memberikan apa yang dia mohon, menyampaikan apa yang dia pinta, karena
Ia Maha Pemurah dan Maha Pengasih….” (Taisir Al-Karimirrahman, pada
penjelasan surat An-Nahl: 53)
Di antara kedermawanan-Nya yang luas adalah apa yang Allah Subhanahu wa
Ta'ala sediakan untuk para wali-Nya di negeri kenikmatan. Sesuatu yang
tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga,
dan tidak pernah terbayangkan oleh pikiran manusia. Dan Yang Maha
Dermawan adalah yang meratakan kedermawanan-Nya kepada seluruh penduduk
langit dan bumi. Tidak ada pada seorang hambapun dari suatu nikmat
melainkan dari-Nya. Dialah yang bila kecelakaan menimpa manusia,
kepada-Nyalah mereka kembali, kepada-Nya mereka berdoa. Tidak satu
makhlukpun lepas dari kebaikan-Nya walau sekejap mata. Akan tetapi
hamba-hamba-Nya berbeda dalam memperoleh kedermawanan-Nya, seukuran
dengan apa yang Allah Subhanahu wa Ta'ala karuniakan kepada mereka
berupa sebab-sebab yang mendatangkan kedermawanan dan kemurahan-Nya. Dan
yang terbesarnya adalah berupa kesempurnaan dalam beribadah kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala secara lahiriah dan amal batin. Juga amal
berupa ucapan, perbuatan, dan amal dengan harta benda, serta untuk
mewujudkannya adalah dengan mengikuti Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi
wa sallam dalam berbuat atau diam. (Tafsir Asma`illah Al-Husna)
Buah Mengimani Nama Allah Al-Jawwad
Di antara buahnya adalah mengetahui keluasan karunia-Nya di dunia ini,
di mana tidak ada sesuatupun yang tidak mendapatkan bagian dari
karunia-Nya. Dengan mengimaninya kita mengetahui kewajiban kita untuk
senantiasa bersyukur kepada-Nya dan memuji-Nya.
http://mengenalalloh.blogspot.com/2011/12/al-jawwad.html
Jumat, 07 Juni 2013
Al Ghaniyyu, Alloh Maha Kaya
Allah Azza wa Jalla berfirman :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
Wahai manusia! Kamulah yang memerlukan Allah; dan Allah Dialah yang Maha kaya (tidak memerlukan sesuatu), Maha terpuji. [Fâthir/35:15]
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَأَنَّهُ هُوَ أَغْنَىٰ وَأَقْنَىٰ
Dan sesungguhnya Dialah yang memberikan kekayaan dan kecukupan [an-Najm/53:48]
Allah Azza wa Jalla Maha kaya dengan dzat-Nya, yang memiliki kekayaan yang mutlak dan sempurna dari seluruh sisi dan pandangan lantaran kesempurnaan dzat-Nya dan sifat-Nya yang tidak tersentuh oleh kekurangan dari arah manapun. Ini tidak mungkin terjadi kecuali karena Allah Azza wa Jalla adalah Dzat yang Maha kaya dan lantaran sifat kaya (berkecukupan) sudah lazim pada dzat-Nya. Sebagaimana Allah Azza wa Jalla Maha pencipta,Pemberi rezeki, dan Maha pengasih serta yang melimpahkan kebaikan, maka Allah Azza wa Jalla juga Maha kaya, tidak membutuhkan seluruh makhluk dari sisi manapun. Para makhluk-Nya itu pasti membutuhkan-Nya dalam kondisi apapun. Mereka tidak bisa mengesampingkan curahan kebaikan, kemurahan, pengaturan dan pemeliharaan-Nya, baik yang bersifat umum maupun khusus dalam sekejap mata sekalipun.
Di antara wujud kesempurnaan kekayaan-Nya;
1. Sesungguhnya perbendaharaan langit dan bumi seluruhnya ada di tangan-Nya, dan kedermawanan-Nya kepada para makhluk datang secara kontinyu sepanjang malam dan siang, dan kedua tangan-Nya selalu memberi di setiap waktu.
2. Allah Azza wa Jalla menyeru para hamba-Nya agar hanya meminta kepada-Nya di setiap waktu dan keadaan; dan berjanji untuk mengabulkan permintaan-permintaan mereka, serta memerintahkan mereka beribadah kepada-Nya dan berjanji menerima amalan dan memberi pahala mereka. Sungguh Allah Azza wa Jalla telah member seluruh yang mereka minta dan semua yang mereka inginkan serta apa yang mereka angan-angankan.
3. Kalau seandainya seluruh penduduk langit dan bumi, dari makhluk yang paling awal sampai makhluk yang paling akhir berkumpul di satu tanah lapang, kemudian masing-masing mengajukan permintaannya sendiri-sendiri, selanjutnya Allah Azza wa Jalla mengabulkan seluruh permintaan mereka, maka semua itu tidak mengurangi apa yang Dia Azza wa Jalla miliki kecuali seperti jarum yang dicelupkan ke dalam lautan.
4. Wujud kekayaan-Nya yang sangat agung yang tidak bisa diukur dan tidak mungkin bisa dideskripsikan, apa yang telah Dia Azza wa Jalla bentangkan bagi penghuni Jannah yang berupa kelezatan-kelezatan yang tidak terputus dan pemberian-pemberian-Nya yang beraneka-ragam, serta kenikmatan-kenikmatan yang bervariasi yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terbesit di hati manusia.
Allah Maha kaya dengan dzat-Nya, yang mencukupi (kebutuhan) seluruh makhluk. Allah Azza wa Jalla memenuhi keperluan para hamba-Nya dengan rezeki-rezeki yang telah Allah Azza wa Jalla hamparkan dan menambah berbagai kenikmatan bagi mereka yang tidak terhitung dan tidak terbilang, serta dengan memudahkan sarana-sarana yang mengantarkan kepada perolehan kekayaan.
5. Dan lebih khusus dari semua itu, Allah Azza wa Jalla memperkaya hamba-hamba pilihan-Nya dengan limpahan ma’rifah (pengetahuan), ilmu-ilmu rabbâni dan hakekat-hakekat keimanan ke dalam hati sanubari mereka, sehingga kalbu-kalbu mereka hanya bergantung kepada-Nya dan tidak bergantung kepada selain-Nya. Inilah kekayaan tertinggi dan kekayaan yang sebenarnya, sesuai sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm :
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَشْرَةِ الْعَرْضِ إِنَّمَا الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
Kekayaan itu bukan karena banyaknya harta, akan tetapi kekayaan yang sejati ialah kekayaan hati [HR. al-Bukhâri, no. 6446, Muslim no. 1051]
Pada saat hati itu kaya (merasa berkecukupan) dengan Allah Azza wa Jalla, pengetahuan tentang-Nya dan hakekat-hakekat keimanan, maka akan merasa cukup dengan rezeki dari-Nya dan menerimanya dengan tulus (bersifat qanâ’ah) dan berbahagia dengan apa yang telah Allah Azza wa Jalla berikan kepadanya, maka seorang hamba yang telah sampai ke derajat ini, tidak akan merasa iri terhadap (kekayaan) raja-raja dan pemegang kekuasaan. Hal ini disebabkan dia telah memperoleh kekayaan yang tidak ia harapkan digantikan dengan yang lainya; kekayaan yang membuat hatinya tentram, menjadikan ruhaninya merasa damai dan menyebabkan jiwanya merasa senang dengannya.
Kita memohon semoga Allah Azza wa Jalla memperkaya hati kita dengan hidayah, cahaya dan ma’rifah dan sifat qanâ’ah, dan juga membentangkan keluasan karunia-Nya dan rezeki halal kepada kita sekalian. Wallâhu a’lam.
http://mengenalalloh.blogspot.com/2011/12/al-ghaniyyu-alloh-maha-kaya.html
Al Hayyu
Di
antara Al-Asma’ul Husna adalah ﮨ (Al-Hayyu), Yang Maha Hidup. Nama
Allah Al-Hayyu ini telah disebutkan dalam beberapa ayat di antaranya:
“Allah,
tidak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal
lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak
tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat
memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa
yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak
mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.
Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat
memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
(Al-Baqarah: 255)
“Allah,
tidak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang Hidup kekal
lagi terus-menerus mengurus makhluk-Nya.” (Ali ‘Imran: 2)
“Dan
bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati, dan
bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya.” (Al-Furqan: 58)
“Dialah
yang hidup kekal, tiada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka
sembahlah Dia dengan memurnikan ibadah kepada-Nya. Segala puji bagi
Allah Tuhan semesta alam.” (Ghafir: 65)
Disebutkan pula dalam hadits Abdullah bin Abbas c, bahwa Rasulullah n dahulu pernah berdoa:
اللَّهُمَّ
لَكَ أَسْلَمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْكَ
أَنَبْتُ وَبِكَ خَاصَمْتُ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِعِزَّتِكَ لَا
إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَنْ تُضِلَّنِي أَنْتَ الْحَيُّ الَّذِي لَا يَمُوتُ
وَالْجِنُّ وَالْإِنْسُ يَمُوتُونَ
“Ya
Allah, kepada-Mulah aku berserah diri, kepada-Mulah aku beriman,
kepada-Mulah aku bertawakkal, kepada-Mulah aku kembali, dan dengan
kekuatan dari-Mulah aku bertikai dengan musuh. Ya Allah, aku berlindung
dengan kemuliaan-Mu -tiada sesembahan yang benar melainkan Engkau- dari
Engkau sesatkan aku, Engkaulah Yang Maha Hidup, yang tidak akan mati
sementara jin dan manusia mati semua.” (Shahih, HR. Muslim)
Asy-Syaikh Muhammad Khalil Al-Harras mengatakan:
“Makna
Al-Hayyu adalah yang memiliki sifat hidup dengan kehidupan yang
sempurna dan abadi, di mana tidak menimpainya kematian ataupun fana,
karena sifat hidup bagi-Nya merupakan sifat Dzat Allah l yang Maha Suci.
Sebagaimana sifat Al-Qayyum mengharuskan adanya seluruh sifat fi’liyyah
Allah l (yang terkait dengan perbuatan-Nya) yang sempurna, maka
demikian pula sifat hidup-Nya mengharuskan adanya seluruh sifat
dzatiyyah (yang terkait dengan Dzat-Nya) yang sempurna, baik itu sifat
ilmu, kemampuan, keinginan, pendengaran, penglihatan, kemuliaan,
kesombongan, keagungan, dan semacamnya.” (Syarh Nuniyyah, 2/112 lihat
juga hal. 66)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin t mengatakan:
“Yakni
yang memiliki kehidupan yang sempurna yang mengandung seluruh sifat
kesempurnaan, tidak didahului oleh ketiadaan, dan tidak disudahi dengan
kelenyapan, serta tidak tertimpa kekurangan pada sisi manapun.” (Syarh
Al-Wasithiyyah hal. 134)
http://mengenalalloh.blogspot.com/2011/12/al-hayyu.html
Kariim الكريم = Yang Maha Mulia
MAKNA AL-KARIM DARI TINJAUAN BAHASA
Berikut ini beberapa penjelasan para ulama pakar bahasa Arab mengenai makna al-Karîm:
Ibnu Fâris rahimahullah menyebut bahwa asal kata karom (bentuk noun kata al-Karîm) menunjukkan dua makna, salah satunya adalah kemuliaan[1].
Ibnu Qutaibah rahimahullah berkata, "al-Karîm artinya pemaaf. Allah Azza wa Jalla adalah al-Karîm yang memaafkan dosa para hamba-Nya yang beriman"[2].
Al-Azhari rahimahullah mengartikannya dengan: " al-Karîm salah satu dari sifat Allah Azza wa Jalla dan nama-Nya. Maknanya, yaitu dzat yang sangat banyak memiliki kebaikan, amat pemurah, pemberi nikmat dan keutamaan". al-Karîm adalah nama yang mencakup segala sifat yang terpuji. Allah Azza wa Jalla adalah al-Karîm (Maha Mulia) amat terpuji segala perpuatan-Nya.[3]
Ibnu Manzhûr rahimahullah menjelaskan: " al-Karîm salah satu dari sifat Allah Azza wa Jalla dan nama-Nya. Yakni dzat yang amat banyak memiliki kebaikan, amat pemurah lagi pemberi. Pemberian-Nya tidak pernah habis. Dia-lah Dzat Yang Maha Mulia secara mutlak. al-Karîm adalah nama mencakup segala kebaikan, kemuliaan dan keutamaan. Nama ini juga menghimpun segala hal yang terpuji. Allah Azza wa Jalla mempunyai nama al-Karîm (Maha Mulia) artinya amat terpuji dalam segala perpuatan-Nya, Rabb yang memiliki 'Arsy yang mulia lagi agung"[4].
PENJABARAN MAKNA NAMA ALLAH AL-KARIM
Jika kita mencermati nama al-Karîm dalam al-Qur'ân, nama Allah Azza wa Jalla yang mulia ini terulang sebanyak dua kali. Pertama, dalam surat an-Naml/27:40:
فَلَمَّا رَآَهُ مُسْتَقِرًّا عِنْدَهُ قَالَ هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ
"Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata: "Ini termasuk karunia Rabbku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Rabbku Maha Kaya lagi Maha Mulia".
Tempat kedua, dalam surat al-Infithâr/82:6: Allah Azza wa Jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ
"Hai manusia, apa yang telah memperdaya kamu (berbuat durhaka) terhadap Rabbmu Yang Maha Pemurah".
Pada ayat surat an-Naml di atas, Allah Azza wa Jalla menceritakan tentang perkataan Nabi Sulaiman Alaihissalam saat beliau menyaksikan wujud istana ratu Balqis di hadapannya. Pemberian Allah Azza wa Jalla tersebut dinilai oleh Nabi Sulaiman guna menguji rasa syukurnya pada Allah Azza wa Jalla atas segala nikmat yang diberikan kepadanya. Lalu, ayat ini ditutup dengan dua nama Allah Azza wa Jalla yang mulia al-Ghani (Maha Kaya) dan al-Karîm (Maha Mulia). Kedua nama ini sangat erat dengan konteks awal ayat tersebut. Siapa saja yang mau bersyukur, sikap tersebut tidak akan menambah kekayaan Allah Azza wa Jalla karena Allah Maha Kaya. Sebaliknya, barangsiapa yang tidak mau bersyukur tidak akan mengurangi kekayaan Allah Azza wa Jalla. Demikian pula, barangsiapa yang bersyukur akan mendapat balasan dari al-Karîm (Yang Maha Pemurah) balasan yang berlipat ganda. Dan barangsiapa yang tidak bersyukur, Allah Azza wa jalla tetap senantiasa memberi rezeki bagi mereka. Hal ini seperti termaktub dalam firman Allah:
إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
"Jika kamu kafir maka sesungguhnya AllahMaha Kaya darimu (tidak memerlukanmu) dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi para hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai kesyukuran itu bagimu" [az-Zumar/39:7]
Barangsiapa bersyukur, sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri. Dan barangsiapa mengingkari (tidak bersyukur), sesungguhnya Allah Azza wa Jalla Maha Kaya lagi Maha Mulia. Allah Azza wa Jalla memberi bukan karena membutuhkan makhluk tapi karena Allah Azza wa Jalla mempunyai nama al-Karîm (Maha Pemurah).
Adapun pada ayat surat al-Infithâr, Allah Azza wa Jalla bertanya kepada manusia, apa yang membuat mereka teperdaya untuk selalu berbuat durhaka kepada Allah Azza wa Jalla. Padahal, Allah Azza wa Jalla senantiasa mencurahkan berbagai nikmat dan rahmat bagi mereka. Karena Allah bersifat Maha Pemurah terhadap seluruh manusia. Tidaklah pantas manusia berlaku demikian, karena Allah al-Karîm (pemurah) terhadap mereka.
Al-Karîm adalah yang mulia dalam segala hal, yang amat banyak pemberian dan kebaikannya, baik ketika diminta maupun tidak. Nama al-Karîm menunjukkan kesempurnaan kemuliaan Allah Azza wa Jalla dalam zat dan segala sifat serta perbuatan-Nya:
1. Allah Azza wa Jalla Maha Mulia dalam dzat-Nya. Tidak ada cacat sedikit pun dalam dzat Allah Azza wa Jalla. Sesungguhnya dzat Allah k Maha Indah.
2. Allah Azza wa Jalla Maha Mulia dalam segala sifat-Nya. Tidak ada sifat jelek pun pada Allah k . Sesungguhnya sifat-sifat Allah amat sempurna dalam segala maknanya.
3. Allah Azza wa Jalla juga Maha Mulia dalam segala perbuatannya. Tidak ada cacat dalam perbuatan Allah Azza wa Jalla. Sesungguhnya segala perbuatan Allah Azza wa Jalla penuh dengan berbagai hikmah yang luas.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Nama Allah al-Karîm mencakup makna kedermawanan, juga makna kemuliaan dan keluhuran, serta bermakna kelembutan dan memberi kebaikan" [5].
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, "Secara global, makna al-Karîm adalah dzat yang suka memberi kebaikan yang banyak dengan amat mudah dan gampang. Lawannya, orang pelit yang amat sulit dan jarang mengeluarkan kebaikan "[6].
Diantara makna al-Karîm, Allah Azza wa Jalla berbuat baik kepada seluruh makhluk tanpa sebuah kewajiban yang mesti mereka kerjakan. Semua kebaikan yang diberikan Allah Azza wa Jalla kepada makhluk adalah semata-mata atas kemurahan-Nya kepada para makhluk.
Kemudian, sebagai (cermin) sifat karom-Nya, Allah Azza wa Jalla memaafkan sesuatu hak yang wajib diserahkan kepada-Nya. Allah Azza wa Jalla memaafkan dosa para hamba yang lalai dalam menunaikan kewajiban kepada Allah. Karena nama Allah al-Karîm beriringan dengan nama Allah al-'Afuww (Maha Pemberi Maaf), seperti tertuang dalam sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berikut:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ قُولِي اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
Dari 'Aisyah radhiallahu 'anha , ia berkata: "Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika seandainya aku mengetahui malam Lailatul Qadar, apa yang aku ucapkan?" Beliau bersabda: "Ucapkanlah: Ya Allah sesungguhnya engkau Maha Pemaaf lagi Maha Mulia, Engkau mencintai sifat pemaaf, maka ampunilah aku". [HR. at-Tirmidzi 5/534, dan dishahîhkan al-Albâni]
Disamping itu, jika seseorang bertaubat dari kesalahannya, Allah Azza wa Jalla menghapus dosanya dan menggantikan kesalahan tersebut dengan kebaikan. Allah Azza wa Jalla berfirman:
إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
"Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang" [al-Furqân/25:70]
Begitu juga, sebagai cermin karom-Nya, Allah Azza wa Jalla senantiasa memberi, tanpa pernah terhenti pemberian-Nya. Allah Azza wa Jalla berfirman:
أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً
"Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin" [Luqmân/31:20]
Demikian pula sebagai bentuk karom-Nya, Allah Azza wa Jalla memberi nikmat dari semenjak pertama meskipun tanpa diminta. Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَكَأَيِّنْ مِنْ دَابَّةٍ لَا تَحْمِلُ رِزْقَهَا اللَّهُ يَرْزُقُهَا وَإِيَّاكُمْ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
"Dan berapa banyak binatang yang tidak membawa rezkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". [al-'Ankabût/29:60]
Sebagai cermin sifat karom-Nya yang lain, Allah Azza wa Jalla memberi berbagai kebaikan tanpa mengharap pamrih, karena Allah Azza wa Jalla bersifat Maha Pemurah secara mutlak. Allah Azza wa Jalla berfirman:
مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ (57) إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
"Aku tidak menghendaki rezki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh". [Adz-Dzâriyât/51:57-58]
Termasuk pula dalam makna al-Karîm, Allah Azza wa Jalla memerintahkan para hamba-Nya untuk meminta kepada-Nya dan berjanji akan memperkenankan permintaan mereka. Bahkan memberitakan mengenai pemberian lain diluar permintaan mereka tersebut. Sebaliknya, akan marah kepada orang yang tidak berdoa kepada-Nya. Karena Allah itu Maha Pemurah. Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
"Dan Rabbmu berfirman, "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." [Ghâfir/40:60]
Jadi intinya, pengertian nama al-Karîm adalah yang memiliki segala macam kebaikan dan kemuliaan serta keutamaan[7].
ALLAH AZZA WA JALLA MENAMAKAN AL-QUR'AN DENGAN NAMA AL-KARIM
Allah Azza wa Jalla menyebutkan bahwa kitab suci al-Qur'ân kalamullah adalah kitab yang Karîm (mulia). Allah Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّهُ لَقُرْآَنٌ كَرِيمٌ
"Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia" [al-Wâqi'ah/56:77]
Dijelaskan oleh para ulama, alasannya karena al-Qur'ân adalah kalâmullah (perkataan Allah Azza wa Jalla), mengandung kebaikan yang begitu banyak. Di dalamnya terdapat petunjuk yang lurus, keterangan yang jelas, ilmu yang berguna dan hikmah yang banyak [8]. Segala kebaikan terjamin dengan menjalankan isi Al Quran tersebut.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, "Allah Azza wa Jalla menyebutkan sifat al-Qur'ân dengan sesuatu yang menunjukkan keindahan, limpahan kebaikan juga manfaat serta keagungannya. Karena al-Karîm adalah sesuatu yang sarat dengan kebaikan yang amat banyak lagi agung manfaatnya. Dan al-Qur`ân sendiri, ditinjau dari segala segi merupakan yang terbaik dan paling afdhal. Maka, Allah Azza wa Jalla mensifati diri-Nya dengan sifat al-Karam (kemuliaan) serta mensifati kalam dan 'Arasy-Nya dengan sifat karam pula. Dan juga memberikan sifat tersebut sesuatu yang banyak kebaikannya dan indah bentuknya..."
Al-Azhari rahimahullah berkata, "Al Qur'ân disebut al-Karîm karena kandungannya akan berbagai petunjuk, penjelasan, ilmu dan hikmah" [9].
Al Qur'ân yang mulia ini dibawa oleh malikat yang mulia pula yaitu Jibril Alaihissalam, sesuai dengan firman Allah Azza wa Jalla
إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ
"Sesungguhnya Al Qur'ân itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril)" [at-Takwîr/81:19].
Kemudian Al Qur'ân yang mulia tersebut disampaikan oleh malaikat yang mulia kepada rasul yang mulia pula, Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ
"Sesungguhnya Al Quran itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia.." [al-Hâqqah/69:40]
Berdasar ayat di atas, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam disebut sebagai utusan yang karîm (mulia) karena Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam memiliki akhlak yang mulia, membawa kitab yang mulia, mengajak manusia kepada segala hal yang mulia, baik dalam hal keyakinan maupun amalan.
Demikian pula, 'Arsy Allah Azza wa Jalla adalah makhluk yang mulia. Allah Azza wa Jalla berfirman:
فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ
"Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Rabb (Yang memiliki) 'Arsy yang mulia.". [al-Mukminûn/23:116]
Karena 'Arsy merupakan makhluk yang paling besar dan paling tinggi di atas seluruh makhluk. Segala kemuliaan yang terdapat pada makhluk adalah atas pemberian Allah Azza wa Jalla Yang Maha Mulia. Hal tersebut menunjukkan akan kemulian makhluk tersebut di sisi Allah, melebihi makhluk-makhluk lainnya.
Surga yang dipenuhi berbagai macam kenikmatan, segala nikmat yang terdapat di dalamnya melebihi segala apa yang ada di dunia. Yang disediakan bagi orang-orang yang memiliki sifat mulia. Allah Azza wa Jalla berfirman:
إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا
"Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga)". [an-Nisâ/4:31]
BEBERAPA PELAJARAN YANG DAPAT KITA AMBIL MELALUI NAMA ALLAH AZZA WA JALLA AL-KARIM
Selanjutnya, berikut ini beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dari mengetahui dan memahami makna nama Allah Azza wa Jalla al-Karîm. Perkara ini merupakan tujuan yang sesungguhnya bagi seorang muslim ketika memahami nama-nama Allah Azza wa Jalla tersebut. Agar nama al-Karîm benar-benar memberikan pengaruh positif bagi peningkatan iman dan perbaikan ibadah dan akhlak seorang muslim dalam kehidupannya sehari-hari. Dengan memahami makna nama Allah Azza wa Jalla al-Karîm akan menumbuhkan sifat-sifat yang mulia dalam diri seorang muslim, diantaranya:
1. Menanamkan sifat mulia dalam diri seorang muslim, karena Allah Maha Mulia dan mencintai orang yang bersifat mulia.
Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, "Makhluk yang paling dicintai Allah Azza wa Jalla adalah orang yang mampu menghiasi diri dengan sifat yang merupakan penjabaran dari sifat-sifat Allah Azza wa Jalla. Allah Azza wa Jalla Maha Mulia makam Dia Azza wa Jalla mencintai orang yang memiliki sifat mulia dari para hamba-Nya"[10] .
2. Menanamkan sifat pemurah dalam diri seorang muslim. Karena diantara makna al-Karîm adalah Maha Pemurah. Tentu Allah Azza wa Jalla amat mencintai orang yang bersifat pemurah. Dan Allah Azza wa Jalla membenci orang yang bersifat kikir. Allah Azza wa Jalla berfirman:
هَا أَنْتُمْ هَؤُلَاءِ تُدْعَوْنَ لِتُنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَمِنْكُمْ مَنْ يَبْخَلُ وَمَنْ يَبْخَلْ فَإِنَّمَا يَبْخَلُ عَنْ نَفْسِهِ وَاللَّهُ الْغَنِيُّ وَأَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ
"Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang berkehendak (kepada-Nya); dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kamu ini". [Muhammad/47:38]
3. Menumbuhkan rasa cinta yang dalam pada diri seorang muslim kepada Allah Azza wa Jalla . Karena Allah Azza wa Jalla bersifat Maha Pemurah. Allah Azza wa Jalla memberi nikmat tanpa batas kepadanya meskipun tanpa diminta.
4. Wajibnya memuliakan kitab Allah Azza wa Jalla, al-Qur'ânul Karîm. Karena, al-Qur'ân adalah kalam Allah Azza wa Jalla yang mulia, yang diturunkan melalui perantara malaikat yang mulia kepada Rasul yang mulia.
5. Wajibnya memuliakan malaikat-malaikat Allah Azza wa Jalla, diantaranya malaikat Jibril. Barang siapa yang membencinya, maka ia adalah musuh Allah Azza wa Jalla. Allah Azza wa Jalla berfirman :
مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِلَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَرُسُلِهِ وَجِبْرِيلَ وَمِيكَالَ فَإِنَّ اللَّهَ عَدُوٌّ لِلْكَافِرِينَ
"Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir". [al-Baqarah/2:98]
6. Wajibnya mencintai para rasul Allah Azza wa Jalla. Barangsiapa yang membenci salah seorang diantara mereka, maka ia adalah musuh Allah Azza wa Jalla, sesuai dengan kandungan ayat di atas.
7. Menumbuhkan sifat suka memuliakan tetangga dan tamu, sesuai anjuran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
8. Menumbuhkan sifat suka pemaaf, karena Allah Azza wa Jalla menyukai sifat pemaaf.
9. Mendorong kita untuk selalu berdoa kepada Allah Azza wa Jalla. Karena Allah Azza wa Jalla Maha Pemurah terhadap hamba-Nya. Allah Azza wa Jalla malu mengembalikan tangan hamba yang diangkat saat berdoa dalam keadaan kosong. Karena nama Allah al-Karîm bergandengan dengan nama Allah Azza wa Jalla al-Hayiyyu sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berikut:
إِنَّ اللَّهَ حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي إِذَا رَفَعَ الرَّجُلُ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا خَائِبَتَيْنِ.
"Sesungguhnya Allah Maha Malu lagi Maha Mulia, Allah malu apabila seseorang mengangkat kedua tangannya kepada-Nya mengembalikannya dalam keadaan kosong lagi merugi". [HR. Abu Dâwud dan at-Tirmidzi, dishahihkan oleh al-Albâni]
Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan kita orang yang bersifat mulia lagi pemurah. Dan menjadikan kita orang yang mencintai segala hal yang mulia, baik berbentuk keyakinan, ucapan maupun tindakan dan perbuatan. Wallahu A'lam.
http://mengenalalloh.blogspot.com/2011/12/al-kariim-penjabaran-nama-alloh-azza-wa.html
Berikut ini beberapa penjelasan para ulama pakar bahasa Arab mengenai makna al-Karîm:
Ibnu Fâris rahimahullah menyebut bahwa asal kata karom (bentuk noun kata al-Karîm) menunjukkan dua makna, salah satunya adalah kemuliaan[1].
Ibnu Qutaibah rahimahullah berkata, "al-Karîm artinya pemaaf. Allah Azza wa Jalla adalah al-Karîm yang memaafkan dosa para hamba-Nya yang beriman"[2].
Al-Azhari rahimahullah mengartikannya dengan: " al-Karîm salah satu dari sifat Allah Azza wa Jalla dan nama-Nya. Maknanya, yaitu dzat yang sangat banyak memiliki kebaikan, amat pemurah, pemberi nikmat dan keutamaan". al-Karîm adalah nama yang mencakup segala sifat yang terpuji. Allah Azza wa Jalla adalah al-Karîm (Maha Mulia) amat terpuji segala perpuatan-Nya.[3]
Ibnu Manzhûr rahimahullah menjelaskan: " al-Karîm salah satu dari sifat Allah Azza wa Jalla dan nama-Nya. Yakni dzat yang amat banyak memiliki kebaikan, amat pemurah lagi pemberi. Pemberian-Nya tidak pernah habis. Dia-lah Dzat Yang Maha Mulia secara mutlak. al-Karîm adalah nama mencakup segala kebaikan, kemuliaan dan keutamaan. Nama ini juga menghimpun segala hal yang terpuji. Allah Azza wa Jalla mempunyai nama al-Karîm (Maha Mulia) artinya amat terpuji dalam segala perpuatan-Nya, Rabb yang memiliki 'Arsy yang mulia lagi agung"[4].
PENJABARAN MAKNA NAMA ALLAH AL-KARIM
Jika kita mencermati nama al-Karîm dalam al-Qur'ân, nama Allah Azza wa Jalla yang mulia ini terulang sebanyak dua kali. Pertama, dalam surat an-Naml/27:40:
فَلَمَّا رَآَهُ مُسْتَقِرًّا عِنْدَهُ قَالَ هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ
"Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata: "Ini termasuk karunia Rabbku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Rabbku Maha Kaya lagi Maha Mulia".
Tempat kedua, dalam surat al-Infithâr/82:6: Allah Azza wa Jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ
"Hai manusia, apa yang telah memperdaya kamu (berbuat durhaka) terhadap Rabbmu Yang Maha Pemurah".
Pada ayat surat an-Naml di atas, Allah Azza wa Jalla menceritakan tentang perkataan Nabi Sulaiman Alaihissalam saat beliau menyaksikan wujud istana ratu Balqis di hadapannya. Pemberian Allah Azza wa Jalla tersebut dinilai oleh Nabi Sulaiman guna menguji rasa syukurnya pada Allah Azza wa Jalla atas segala nikmat yang diberikan kepadanya. Lalu, ayat ini ditutup dengan dua nama Allah Azza wa Jalla yang mulia al-Ghani (Maha Kaya) dan al-Karîm (Maha Mulia). Kedua nama ini sangat erat dengan konteks awal ayat tersebut. Siapa saja yang mau bersyukur, sikap tersebut tidak akan menambah kekayaan Allah Azza wa Jalla karena Allah Maha Kaya. Sebaliknya, barangsiapa yang tidak mau bersyukur tidak akan mengurangi kekayaan Allah Azza wa Jalla. Demikian pula, barangsiapa yang bersyukur akan mendapat balasan dari al-Karîm (Yang Maha Pemurah) balasan yang berlipat ganda. Dan barangsiapa yang tidak bersyukur, Allah Azza wa jalla tetap senantiasa memberi rezeki bagi mereka. Hal ini seperti termaktub dalam firman Allah:
إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
"Jika kamu kafir maka sesungguhnya AllahMaha Kaya darimu (tidak memerlukanmu) dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi para hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai kesyukuran itu bagimu" [az-Zumar/39:7]
Barangsiapa bersyukur, sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri. Dan barangsiapa mengingkari (tidak bersyukur), sesungguhnya Allah Azza wa Jalla Maha Kaya lagi Maha Mulia. Allah Azza wa Jalla memberi bukan karena membutuhkan makhluk tapi karena Allah Azza wa Jalla mempunyai nama al-Karîm (Maha Pemurah).
Adapun pada ayat surat al-Infithâr, Allah Azza wa Jalla bertanya kepada manusia, apa yang membuat mereka teperdaya untuk selalu berbuat durhaka kepada Allah Azza wa Jalla. Padahal, Allah Azza wa Jalla senantiasa mencurahkan berbagai nikmat dan rahmat bagi mereka. Karena Allah bersifat Maha Pemurah terhadap seluruh manusia. Tidaklah pantas manusia berlaku demikian, karena Allah al-Karîm (pemurah) terhadap mereka.
Al-Karîm adalah yang mulia dalam segala hal, yang amat banyak pemberian dan kebaikannya, baik ketika diminta maupun tidak. Nama al-Karîm menunjukkan kesempurnaan kemuliaan Allah Azza wa Jalla dalam zat dan segala sifat serta perbuatan-Nya:
1. Allah Azza wa Jalla Maha Mulia dalam dzat-Nya. Tidak ada cacat sedikit pun dalam dzat Allah Azza wa Jalla. Sesungguhnya dzat Allah k Maha Indah.
2. Allah Azza wa Jalla Maha Mulia dalam segala sifat-Nya. Tidak ada sifat jelek pun pada Allah k . Sesungguhnya sifat-sifat Allah amat sempurna dalam segala maknanya.
3. Allah Azza wa Jalla juga Maha Mulia dalam segala perbuatannya. Tidak ada cacat dalam perbuatan Allah Azza wa Jalla. Sesungguhnya segala perbuatan Allah Azza wa Jalla penuh dengan berbagai hikmah yang luas.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Nama Allah al-Karîm mencakup makna kedermawanan, juga makna kemuliaan dan keluhuran, serta bermakna kelembutan dan memberi kebaikan" [5].
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, "Secara global, makna al-Karîm adalah dzat yang suka memberi kebaikan yang banyak dengan amat mudah dan gampang. Lawannya, orang pelit yang amat sulit dan jarang mengeluarkan kebaikan "[6].
Diantara makna al-Karîm, Allah Azza wa Jalla berbuat baik kepada seluruh makhluk tanpa sebuah kewajiban yang mesti mereka kerjakan. Semua kebaikan yang diberikan Allah Azza wa Jalla kepada makhluk adalah semata-mata atas kemurahan-Nya kepada para makhluk.
Kemudian, sebagai (cermin) sifat karom-Nya, Allah Azza wa Jalla memaafkan sesuatu hak yang wajib diserahkan kepada-Nya. Allah Azza wa Jalla memaafkan dosa para hamba yang lalai dalam menunaikan kewajiban kepada Allah. Karena nama Allah al-Karîm beriringan dengan nama Allah al-'Afuww (Maha Pemberi Maaf), seperti tertuang dalam sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berikut:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ قُولِي اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
Dari 'Aisyah radhiallahu 'anha , ia berkata: "Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika seandainya aku mengetahui malam Lailatul Qadar, apa yang aku ucapkan?" Beliau bersabda: "Ucapkanlah: Ya Allah sesungguhnya engkau Maha Pemaaf lagi Maha Mulia, Engkau mencintai sifat pemaaf, maka ampunilah aku". [HR. at-Tirmidzi 5/534, dan dishahîhkan al-Albâni]
Disamping itu, jika seseorang bertaubat dari kesalahannya, Allah Azza wa Jalla menghapus dosanya dan menggantikan kesalahan tersebut dengan kebaikan. Allah Azza wa Jalla berfirman:
إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
"Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang" [al-Furqân/25:70]
Begitu juga, sebagai cermin karom-Nya, Allah Azza wa Jalla senantiasa memberi, tanpa pernah terhenti pemberian-Nya. Allah Azza wa Jalla berfirman:
أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً
"Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin" [Luqmân/31:20]
Demikian pula sebagai bentuk karom-Nya, Allah Azza wa Jalla memberi nikmat dari semenjak pertama meskipun tanpa diminta. Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَكَأَيِّنْ مِنْ دَابَّةٍ لَا تَحْمِلُ رِزْقَهَا اللَّهُ يَرْزُقُهَا وَإِيَّاكُمْ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
"Dan berapa banyak binatang yang tidak membawa rezkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". [al-'Ankabût/29:60]
Sebagai cermin sifat karom-Nya yang lain, Allah Azza wa Jalla memberi berbagai kebaikan tanpa mengharap pamrih, karena Allah Azza wa Jalla bersifat Maha Pemurah secara mutlak. Allah Azza wa Jalla berfirman:
مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ (57) إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
"Aku tidak menghendaki rezki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh". [Adz-Dzâriyât/51:57-58]
Termasuk pula dalam makna al-Karîm, Allah Azza wa Jalla memerintahkan para hamba-Nya untuk meminta kepada-Nya dan berjanji akan memperkenankan permintaan mereka. Bahkan memberitakan mengenai pemberian lain diluar permintaan mereka tersebut. Sebaliknya, akan marah kepada orang yang tidak berdoa kepada-Nya. Karena Allah itu Maha Pemurah. Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
"Dan Rabbmu berfirman, "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." [Ghâfir/40:60]
Jadi intinya, pengertian nama al-Karîm adalah yang memiliki segala macam kebaikan dan kemuliaan serta keutamaan[7].
ALLAH AZZA WA JALLA MENAMAKAN AL-QUR'AN DENGAN NAMA AL-KARIM
Allah Azza wa Jalla menyebutkan bahwa kitab suci al-Qur'ân kalamullah adalah kitab yang Karîm (mulia). Allah Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّهُ لَقُرْآَنٌ كَرِيمٌ
"Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia" [al-Wâqi'ah/56:77]
Dijelaskan oleh para ulama, alasannya karena al-Qur'ân adalah kalâmullah (perkataan Allah Azza wa Jalla), mengandung kebaikan yang begitu banyak. Di dalamnya terdapat petunjuk yang lurus, keterangan yang jelas, ilmu yang berguna dan hikmah yang banyak [8]. Segala kebaikan terjamin dengan menjalankan isi Al Quran tersebut.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, "Allah Azza wa Jalla menyebutkan sifat al-Qur'ân dengan sesuatu yang menunjukkan keindahan, limpahan kebaikan juga manfaat serta keagungannya. Karena al-Karîm adalah sesuatu yang sarat dengan kebaikan yang amat banyak lagi agung manfaatnya. Dan al-Qur`ân sendiri, ditinjau dari segala segi merupakan yang terbaik dan paling afdhal. Maka, Allah Azza wa Jalla mensifati diri-Nya dengan sifat al-Karam (kemuliaan) serta mensifati kalam dan 'Arasy-Nya dengan sifat karam pula. Dan juga memberikan sifat tersebut sesuatu yang banyak kebaikannya dan indah bentuknya..."
Al-Azhari rahimahullah berkata, "Al Qur'ân disebut al-Karîm karena kandungannya akan berbagai petunjuk, penjelasan, ilmu dan hikmah" [9].
Al Qur'ân yang mulia ini dibawa oleh malikat yang mulia pula yaitu Jibril Alaihissalam, sesuai dengan firman Allah Azza wa Jalla
إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ
"Sesungguhnya Al Qur'ân itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril)" [at-Takwîr/81:19].
Kemudian Al Qur'ân yang mulia tersebut disampaikan oleh malaikat yang mulia kepada rasul yang mulia pula, Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ
"Sesungguhnya Al Quran itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia.." [al-Hâqqah/69:40]
Berdasar ayat di atas, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam disebut sebagai utusan yang karîm (mulia) karena Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam memiliki akhlak yang mulia, membawa kitab yang mulia, mengajak manusia kepada segala hal yang mulia, baik dalam hal keyakinan maupun amalan.
Demikian pula, 'Arsy Allah Azza wa Jalla adalah makhluk yang mulia. Allah Azza wa Jalla berfirman:
فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ
"Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Rabb (Yang memiliki) 'Arsy yang mulia.". [al-Mukminûn/23:116]
Karena 'Arsy merupakan makhluk yang paling besar dan paling tinggi di atas seluruh makhluk. Segala kemuliaan yang terdapat pada makhluk adalah atas pemberian Allah Azza wa Jalla Yang Maha Mulia. Hal tersebut menunjukkan akan kemulian makhluk tersebut di sisi Allah, melebihi makhluk-makhluk lainnya.
Surga yang dipenuhi berbagai macam kenikmatan, segala nikmat yang terdapat di dalamnya melebihi segala apa yang ada di dunia. Yang disediakan bagi orang-orang yang memiliki sifat mulia. Allah Azza wa Jalla berfirman:
إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا
"Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga)". [an-Nisâ/4:31]
BEBERAPA PELAJARAN YANG DAPAT KITA AMBIL MELALUI NAMA ALLAH AZZA WA JALLA AL-KARIM
Selanjutnya, berikut ini beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dari mengetahui dan memahami makna nama Allah Azza wa Jalla al-Karîm. Perkara ini merupakan tujuan yang sesungguhnya bagi seorang muslim ketika memahami nama-nama Allah Azza wa Jalla tersebut. Agar nama al-Karîm benar-benar memberikan pengaruh positif bagi peningkatan iman dan perbaikan ibadah dan akhlak seorang muslim dalam kehidupannya sehari-hari. Dengan memahami makna nama Allah Azza wa Jalla al-Karîm akan menumbuhkan sifat-sifat yang mulia dalam diri seorang muslim, diantaranya:
1. Menanamkan sifat mulia dalam diri seorang muslim, karena Allah Maha Mulia dan mencintai orang yang bersifat mulia.
Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, "Makhluk yang paling dicintai Allah Azza wa Jalla adalah orang yang mampu menghiasi diri dengan sifat yang merupakan penjabaran dari sifat-sifat Allah Azza wa Jalla. Allah Azza wa Jalla Maha Mulia makam Dia Azza wa Jalla mencintai orang yang memiliki sifat mulia dari para hamba-Nya"[10] .
2. Menanamkan sifat pemurah dalam diri seorang muslim. Karena diantara makna al-Karîm adalah Maha Pemurah. Tentu Allah Azza wa Jalla amat mencintai orang yang bersifat pemurah. Dan Allah Azza wa Jalla membenci orang yang bersifat kikir. Allah Azza wa Jalla berfirman:
هَا أَنْتُمْ هَؤُلَاءِ تُدْعَوْنَ لِتُنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَمِنْكُمْ مَنْ يَبْخَلُ وَمَنْ يَبْخَلْ فَإِنَّمَا يَبْخَلُ عَنْ نَفْسِهِ وَاللَّهُ الْغَنِيُّ وَأَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ
"Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang berkehendak (kepada-Nya); dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kamu ini". [Muhammad/47:38]
3. Menumbuhkan rasa cinta yang dalam pada diri seorang muslim kepada Allah Azza wa Jalla . Karena Allah Azza wa Jalla bersifat Maha Pemurah. Allah Azza wa Jalla memberi nikmat tanpa batas kepadanya meskipun tanpa diminta.
4. Wajibnya memuliakan kitab Allah Azza wa Jalla, al-Qur'ânul Karîm. Karena, al-Qur'ân adalah kalam Allah Azza wa Jalla yang mulia, yang diturunkan melalui perantara malaikat yang mulia kepada Rasul yang mulia.
5. Wajibnya memuliakan malaikat-malaikat Allah Azza wa Jalla, diantaranya malaikat Jibril. Barang siapa yang membencinya, maka ia adalah musuh Allah Azza wa Jalla. Allah Azza wa Jalla berfirman :
مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِلَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَرُسُلِهِ وَجِبْرِيلَ وَمِيكَالَ فَإِنَّ اللَّهَ عَدُوٌّ لِلْكَافِرِينَ
"Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir". [al-Baqarah/2:98]
6. Wajibnya mencintai para rasul Allah Azza wa Jalla. Barangsiapa yang membenci salah seorang diantara mereka, maka ia adalah musuh Allah Azza wa Jalla, sesuai dengan kandungan ayat di atas.
7. Menumbuhkan sifat suka memuliakan tetangga dan tamu, sesuai anjuran Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
8. Menumbuhkan sifat suka pemaaf, karena Allah Azza wa Jalla menyukai sifat pemaaf.
9. Mendorong kita untuk selalu berdoa kepada Allah Azza wa Jalla. Karena Allah Azza wa Jalla Maha Pemurah terhadap hamba-Nya. Allah Azza wa Jalla malu mengembalikan tangan hamba yang diangkat saat berdoa dalam keadaan kosong. Karena nama Allah al-Karîm bergandengan dengan nama Allah Azza wa Jalla al-Hayiyyu sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berikut:
إِنَّ اللَّهَ حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي إِذَا رَفَعَ الرَّجُلُ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا خَائِبَتَيْنِ.
"Sesungguhnya Allah Maha Malu lagi Maha Mulia, Allah malu apabila seseorang mengangkat kedua tangannya kepada-Nya mengembalikannya dalam keadaan kosong lagi merugi". [HR. Abu Dâwud dan at-Tirmidzi, dishahihkan oleh al-Albâni]
Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan kita orang yang bersifat mulia lagi pemurah. Dan menjadikan kita orang yang mencintai segala hal yang mulia, baik berbentuk keyakinan, ucapan maupun tindakan dan perbuatan. Wallahu A'lam.
http://mengenalalloh.blogspot.com/2011/12/al-kariim-penjabaran-nama-alloh-azza-wa.html
Kamis, 06 Juni 2013
Maajid الماجد = Yang Maha Mulia
Al-Majeed adalah nama Allah kehormatan,
kemuliaan kemuliaan, dan keunggulan.
Ini adalah nama untuk Pencipta Menjadi Maha Tinggi,
dan Tuhan dari semua ciptaan nya.
kemuliaan kemuliaan, dan keunggulan.
Ini adalah nama untuk Pencipta Menjadi Maha Tinggi,
dan Tuhan dari semua ciptaan nya.
QS. 11 Hud – Surah HUUDPara malaikat itu berkata: “Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? [Itu adalah] rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.” (73)Dalam bahasa, Maj’d adalah kemuliaan, ketika dikombinasikan dengan perbuatan baik, harkat diri seseorang akan ditingkatkan, maka ia akan disebut mulia. Hal ini juga menyampaikan arti dari kejantanan, kemurahan hati, kedermawanan, dan perilaku ramah.“Al-Majeed” berkonotasi kehormatan umum atau kelimpahan kekayaan. Seseorang yang Majeed sangat murah hati.Al-Majeed dimuliakan sejauh kelestarian Pemuliaan karena kebaikan-Nya sendiri, kualitas, dan tindakan. Dia juga bagus dalam atribut-Nya, indah dalam kekuasaan dan otoritas.Al-Majeed memiliki batas maksimal kemuliaan; kebajikan-Nya yang besar.Al-Majeed adalah Salah besar, Yang yang statusnya adalah sublim, Siapa yang paling Kebajikan. Statusnya yang luar biasa, siapa Kebajikan adalah besar. Ia Dimuliakan, siapa tindakan yang indah, dan siapa yang murah hati dalam memberi.Al-Majeed memberikan nikmat-Nya untuk semua orang lain, yang Mahasuci karena tindakan-Nya, yang Terpuji oleh ciptaan-Nya karena kebesaran-Nya. Dia sendiri memiliki Honor sempurna, kerajaan besar sejak zaman dahulu;Satu-satunya yang tidak mengecewakan siapa pun, yang kehendaknya harus selalu dilakukan. Honor yang tidak diperoleh, yang tindakannya tidak pernah membenci, yang kebajikan yang indah, dan yang paling murah hati memberikan …Semua makna kemuliaan yang sempurna dan inklusif selalu diberikan kepada Allah, dan mereka semua digabungkan hanyalah setetes dalam lautan kemuliaan-Nya. Glory juga melekat pada para nabi-Nya, untuk para penerus yang terakhir, dan untuk mujahidin.Allah telah dijelaskan Al-Qur’an sebagai Majeed, katanya:“Qaaf Demi al-Quran al-Majeed. …” (Qur’an, 50:1)Al-Qur’an ini Majeed karena banyaknya kekayaan tujuan pengetahuan, etika, dan luhur yang dikandungnya dan karena manfaat yang dikandungnya, maka, itu bermanfaat bagi manusia baik dalam kehidupan dunia ini dan di kehidupan yang akan datang.Salah satu orang yang menjadi teladan dalam perilakunya esensi dari atribut ini harus mengasihani dalam segala situasi dan paling berbudaya.
Mughnii المغنى = Yang Maha Pemberi Kekayaan
Al-Mughni artinya Allah yang memberi kekayaan.
Allah adalah zat yang memberi kekayaan kepada manusia.
Allah Maha Kaya dan juga Maha Pemberi kekayaan.
Kekayaan Allah tidak akan berkurang karena dibagikan kepada semua hamba-hamba-Nya.
Karena Allah benar-benar Maha Kaya.
Seperti dalam firman Allah dalam surat Al-Hajj ayat 64 :
Artinya : “Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan segala yang ada di bumi. dan Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
Manusia harus rajin bekerja dan berdoa kepada Allah.
Manusia yang rajin pasti akan diberi kekayaan oleh Allah.
Karena Allah Maha Kaya dan Maha Pemberi Kekayaan.
Oleh karena itu berdoalah kepada Allah dengan membaca “Ya Mughni”.
Orang yang tidak mau berdoa kepada Allah berarti dia adalah orang yang sombong.
Apalagi jika ia berdoa kepada selain Allah berarti ia termasuk orang yang musyrik (menyekutukan Allah).
Kekayaan tidak hanya berupa uang yang melimpah, emas, dan sebagainya.
Tetapi sekedar mencukupi kebutuhan kita itu sudah merupakan kekayaan.
Karena kekayaan sejati adalah kekayaan hati.
Seperti dalam sabda Nabi Muhammad SAW :
Sifat Allah yang selalu memberi kepada hamba-hamba-Nya perlu kita contoh.
Apabila kita diberi kekayaan yang melimpah, bersyukurlah kepada Allah.
Salah satunya dengan cara bersedekah kepada orang yang membutuhkan.
http://amaliahasanah.wordpress.com/2011/04/26/asmaul-husna-ar-razzaq-al-mughni-al-hamid-dan-asy-syakur/
Allah adalah zat yang memberi kekayaan kepada manusia.
Allah Maha Kaya dan juga Maha Pemberi kekayaan.
Kekayaan Allah tidak akan berkurang karena dibagikan kepada semua hamba-hamba-Nya.
Karena Allah benar-benar Maha Kaya.
Seperti dalam firman Allah dalam surat Al-Hajj ayat 64 :
Artinya : “Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan segala yang ada di bumi. dan Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
Manusia harus rajin bekerja dan berdoa kepada Allah.
Manusia yang rajin pasti akan diberi kekayaan oleh Allah.
Karena Allah Maha Kaya dan Maha Pemberi Kekayaan.
Oleh karena itu berdoalah kepada Allah dengan membaca “Ya Mughni”.
Orang yang tidak mau berdoa kepada Allah berarti dia adalah orang yang sombong.
Apalagi jika ia berdoa kepada selain Allah berarti ia termasuk orang yang musyrik (menyekutukan Allah).
Kekayaan tidak hanya berupa uang yang melimpah, emas, dan sebagainya.
Tetapi sekedar mencukupi kebutuhan kita itu sudah merupakan kekayaan.
Karena kekayaan sejati adalah kekayaan hati.
Seperti dalam sabda Nabi Muhammad SAW :
لَيْسَ الْغِنىَ عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنىَ غِنىَ النَّفْسِ
Artinya : “Kaya itu bukanlah kaya harta, tetapi kaya jiwa atau hati ” (HR. Bukhari-Muslim).Sifat Allah yang selalu memberi kepada hamba-hamba-Nya perlu kita contoh.
Apabila kita diberi kekayaan yang melimpah, bersyukurlah kepada Allah.
Salah satunya dengan cara bersedekah kepada orang yang membutuhkan.
http://amaliahasanah.wordpress.com/2011/04/26/asmaul-husna-ar-razzaq-al-mughni-al-hamid-dan-asy-syakur/
Awwal الأول = Yang Maha Awal
Di antara Al-Asma`ul Husna (namanama Allah yang sangat baik) adalah
Al-Awwal (ْلأَوَّلُ) dan Al-Akhir (اْلآخِرُ) sebagaimana termaktub dalam
firman Allah berikut ini:
هُوَ اْلأَوَّلُ وَالآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ
“Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. ” (Al-Hadid: 3)
Sebagaimana disebutkan pula dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sekaligus keterangan beliau tentang maknanya, berikut ini:
Suhail mengatakan: “Dahulu Abu Shalih memerintahkan kami apabila seseorang di antara kami hendak tidur agar berbaring di atas sisi kanannya, lalu mengucapkan:
اللَّهُمَّ رَبَّ السَّمَاوَاتِ وَرَبَّ اْلأَرْضِ وَرَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ، فَالِقَ الْحَبِّ وَالنَّوَى وَمُنْزِلَ التَّوْرَاةَ وَاْلإِنْجِيْلَ وَالْفُرْقَانَ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ شَيْءٍ أَنْتَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهِ، اللَّهُمَّ أَنْتَ اْلأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ وَأَنْتَ اْلآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ وَأَنْتَ الْبَاطِنُ فَلَيْسَ دُوْنَكَ شَيْءٌ، اقْضِ عَنَّا الدَّيْنَ وَأَغْنِنَا مِنَ الْفَقْرِ
“Ya Allah Rabb sekalian langit dan bumi dan Rabb 'Arsy yang agung Rabb kami dan Rabb segala sesuatu, Allah yang menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Yang menurunkan Taurat, Injil dan Al-Qur`an, Aku berlindung dari kejahatan segala sesuatu yang Engkaulah yang menguasai ubun-ubunnya. Ya Allah engkaulah Al-Awwal yang tiada sesuatu sebelum-Mu, dan engkaulah Al-Akhir yang tiada sesuatu setelah-Mu, Engkaulah Yang Zhahir Yang tiada sesuatu di atas-Mu dan engkau Al-Bathin, tiada yang lebih dekat dari-Mu sesuatupun, lunasilah hutang kami dan cukupilah kami dari kefakiran. ” Dan Abu Shalih meriwayatkan ini dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Shahih, HR. Muslim no. 2713)
Makna Al-Awwal adalah Dzat yang tiada sesuatu sebelum-Nya, sehingga nama ini menunjukkan kedahuluan Allah. Dan kedahuluan Allah itu bersifat mutlak bukan kedahuluan yang relatif (nisbi), semacam bila dikatakan: Ini lebih awal dibanding yang setelahnya, dan ada yang lain sebelumnya. Sehingga nama Allah Al-Awwal menunjukkan bahwa segala sesuatu selain-Nya baru ada setelah sebelumnya tiada.
Hal ini menuntut seorang hamba agar memerhatikan keutamaan Rabbnya dalam setiap nikmat, baik berupa nikmat agama ataupun dunia, di mana sebab dan musababnya berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Makna Al-Akhir adalah Dzat yang tiada sesuatu setelah-Nya. Nama Allah Subhanahu wa Ta’ala ini menunjukkan keabadian-Nya dan kekekalan-Nya. Dan ini menunjukkan bahwa Dia merupakan tujuan dan tempat bergantung yang seluruh makhluk menuju kepada-Nya dengan ibadah, harapan, rasa takut dan seluruh keperluan mereka.
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu mengatakan: “Dan janganlah dipahami bahwa ini menunjukkan batasakhir-Nya. Ka rena ada juga hal-hal yang abadi (lainnya) namun berupa makhluk, seperti al-jannah (surga) dan an-nar (neraka). Atas dasar itu, maka Al-Akhir mengandung makna bahwa Ia meliputi segala sesuatu, tiada kesudahan bagi keakhiran-Nya.
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di mengatakan: “Perhatikanlah makna-makna yang agung ini yang menunjukkan keesaan Rabb Yang Maha Agung dalam hal kesempurnaan dan liputan-Nya yang mutlak. Baik yang berkaitan dengan liputan waktu, yaitu pada nama-Nya Al-Awwal dan Al-Akhir, maupun yang berkaitan dengan tempat yaitu pada nama-Nya Azh-Zhahir dan Al-Bathin.
Ibnul Qayyim menjelaskan:
Keawalan Allah Subhanahu wa Ta’ala mendahului keawalan segala sesuatu dan keakhiran-Nya tetap setelah keakhiran segala sesuatu. Sehingga makna keawalan-Nya adalah kedahuluan-Nya atas segala sesuatu, dan makna keakhiran-Nya adalah kekekalan-Nya setelah segala sesuatu… Poros empat nama ini adalah pada makna liputan, yaitu dua liputan, yang berkaitan dengan waktu dan tempat… Maka segala yang mendahului, itu berakhir pada kedahuluan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan segala yang berakhir maka kembali kepada keakhiran Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga dua nama tersebut meliputi segala sesuatu yang awal dan akhir. Tiada sesuatu yang awal melainkan Allah mendahuluinya dan tiada sesuatu yang akhir melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala setelahnya. Sehingga Al-Awwal artinya kedahuluan-Nya dan Al-Akhir artinya keabadian-Nya…. ” (Thariqul Hijratain hal. 27) Konsekuensi Keimanan Hamba Terhadap Nama Al-Awwal dan Al-Akhir
Pada jiwa seseorang, dua nama tersebut akan menimbulkan pengaruh sebagaimana yang dikatakan Ibnul Qayyim rahimahullahu: “Manakala seorang hamba mengimani nama tersebut, maka perhatikanlah buah ibadah dari dua nama ini dan bagaimana keduanya mengharuskan pasrah yang sempurna kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, serta membuahkan rasa butuh yang terus menerus kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tanpa selain-Nya, dan bahwa semua urusan bermula dari-Nya dan kembali kepada-Nya…. ” (Thariqul Hijratain, hal. 20)
http://www.salaf.web.id/51/al-awwal-dan-al-akhir-al-ustadz-qomar-za-lc.htm
هُوَ اْلأَوَّلُ وَالآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ
“Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. ” (Al-Hadid: 3)
Sebagaimana disebutkan pula dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sekaligus keterangan beliau tentang maknanya, berikut ini:
Suhail mengatakan: “Dahulu Abu Shalih memerintahkan kami apabila seseorang di antara kami hendak tidur agar berbaring di atas sisi kanannya, lalu mengucapkan:
اللَّهُمَّ رَبَّ السَّمَاوَاتِ وَرَبَّ اْلأَرْضِ وَرَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ، فَالِقَ الْحَبِّ وَالنَّوَى وَمُنْزِلَ التَّوْرَاةَ وَاْلإِنْجِيْلَ وَالْفُرْقَانَ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ شَيْءٍ أَنْتَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهِ، اللَّهُمَّ أَنْتَ اْلأَوَّلُ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ وَأَنْتَ اْلآخِرُ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ وَأَنْتَ الظَّاهِرُ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ وَأَنْتَ الْبَاطِنُ فَلَيْسَ دُوْنَكَ شَيْءٌ، اقْضِ عَنَّا الدَّيْنَ وَأَغْنِنَا مِنَ الْفَقْرِ
“Ya Allah Rabb sekalian langit dan bumi dan Rabb 'Arsy yang agung Rabb kami dan Rabb segala sesuatu, Allah yang menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Yang menurunkan Taurat, Injil dan Al-Qur`an, Aku berlindung dari kejahatan segala sesuatu yang Engkaulah yang menguasai ubun-ubunnya. Ya Allah engkaulah Al-Awwal yang tiada sesuatu sebelum-Mu, dan engkaulah Al-Akhir yang tiada sesuatu setelah-Mu, Engkaulah Yang Zhahir Yang tiada sesuatu di atas-Mu dan engkau Al-Bathin, tiada yang lebih dekat dari-Mu sesuatupun, lunasilah hutang kami dan cukupilah kami dari kefakiran. ” Dan Abu Shalih meriwayatkan ini dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Shahih, HR. Muslim no. 2713)
Makna Al-Awwal adalah Dzat yang tiada sesuatu sebelum-Nya, sehingga nama ini menunjukkan kedahuluan Allah. Dan kedahuluan Allah itu bersifat mutlak bukan kedahuluan yang relatif (nisbi), semacam bila dikatakan: Ini lebih awal dibanding yang setelahnya, dan ada yang lain sebelumnya. Sehingga nama Allah Al-Awwal menunjukkan bahwa segala sesuatu selain-Nya baru ada setelah sebelumnya tiada.
Hal ini menuntut seorang hamba agar memerhatikan keutamaan Rabbnya dalam setiap nikmat, baik berupa nikmat agama ataupun dunia, di mana sebab dan musababnya berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Makna Al-Akhir adalah Dzat yang tiada sesuatu setelah-Nya. Nama Allah Subhanahu wa Ta’ala ini menunjukkan keabadian-Nya dan kekekalan-Nya. Dan ini menunjukkan bahwa Dia merupakan tujuan dan tempat bergantung yang seluruh makhluk menuju kepada-Nya dengan ibadah, harapan, rasa takut dan seluruh keperluan mereka.
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu mengatakan: “Dan janganlah dipahami bahwa ini menunjukkan batasakhir-Nya. Ka rena ada juga hal-hal yang abadi (lainnya) namun berupa makhluk, seperti al-jannah (surga) dan an-nar (neraka). Atas dasar itu, maka Al-Akhir mengandung makna bahwa Ia meliputi segala sesuatu, tiada kesudahan bagi keakhiran-Nya.
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di mengatakan: “Perhatikanlah makna-makna yang agung ini yang menunjukkan keesaan Rabb Yang Maha Agung dalam hal kesempurnaan dan liputan-Nya yang mutlak. Baik yang berkaitan dengan liputan waktu, yaitu pada nama-Nya Al-Awwal dan Al-Akhir, maupun yang berkaitan dengan tempat yaitu pada nama-Nya Azh-Zhahir dan Al-Bathin.
Ibnul Qayyim menjelaskan:
Keawalan Allah Subhanahu wa Ta’ala mendahului keawalan segala sesuatu dan keakhiran-Nya tetap setelah keakhiran segala sesuatu. Sehingga makna keawalan-Nya adalah kedahuluan-Nya atas segala sesuatu, dan makna keakhiran-Nya adalah kekekalan-Nya setelah segala sesuatu… Poros empat nama ini adalah pada makna liputan, yaitu dua liputan, yang berkaitan dengan waktu dan tempat… Maka segala yang mendahului, itu berakhir pada kedahuluan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan segala yang berakhir maka kembali kepada keakhiran Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga dua nama tersebut meliputi segala sesuatu yang awal dan akhir. Tiada sesuatu yang awal melainkan Allah mendahuluinya dan tiada sesuatu yang akhir melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala setelahnya. Sehingga Al-Awwal artinya kedahuluan-Nya dan Al-Akhir artinya keabadian-Nya…. ” (Thariqul Hijratain hal. 27) Konsekuensi Keimanan Hamba Terhadap Nama Al-Awwal dan Al-Akhir
Pada jiwa seseorang, dua nama tersebut akan menimbulkan pengaruh sebagaimana yang dikatakan Ibnul Qayyim rahimahullahu: “Manakala seorang hamba mengimani nama tersebut, maka perhatikanlah buah ibadah dari dua nama ini dan bagaimana keduanya mengharuskan pasrah yang sempurna kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, serta membuahkan rasa butuh yang terus menerus kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tanpa selain-Nya, dan bahwa semua urusan bermula dari-Nya dan kembali kepada-Nya…. ” (Thariqul Hijratain, hal. 20)
http://www.salaf.web.id/51/al-awwal-dan-al-akhir-al-ustadz-qomar-za-lc.htm
Ahad الاحد = Yang Maha Esa
Salah
satu Asma`ul Husna (nama-nama Allah I yang sangat baik) adalah Al-Ahad
(Yang Maha Esa). Hal itu berdasarkan dalil-dalil dari Kitab dan Sunnah
Nabi n. Di antaranya adalah firman Allah I:
“Katakanlah Dialah Allah yang Maha Esa.” (Al-Ikhlas: 1)
Adapun dalam hadits Nabi n, terdapat dalam hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah z dari Nabi n bahwa Allah I berfirman:
Adapun dalam hadits Nabi n, terdapat dalam hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah z dari Nabi n bahwa Allah I berfirman:
“Adapun
cercaan anak Adam terhadap-Ku maka ucapannya bahwa Allah telah
menjadikan untuk diri-Nya seorang anak, padahal Aku adalah Allah Yang
Maha Esa dan yang menjadi tempat bergantung. Aku tidak beranak dan tidak
diperanakkan, dan tiada bagi-Ku tandingan seorangpun.” (HR. Al-Bukhari)
Dalam hadits yang lain, dari Buraidah z:
Dalam hadits yang lain, dari Buraidah z:
“Bahwa
Rasulullah n mendengar seorang berkata; Ya Allah, sesungguhnya aku
meminta kepada-Mu dengan aku bersaksi bahwa Engkaulah Allah, tiada ilah
yang benar kecuali Engkau Yang Maha Esa, dijadikan tempat bergantung
oleh hamba-hamba-Nya.” (HR. At-Tirmidzi)
Makna Al-Ahad (Yang Maha Esa) antara lain:
1. Yang tiada yang menyerupainya, sebagaimana dikatakan oleh Al-Baihaqi.
2. Yang Maha tunggal, seperti dikatakan oleh Ibnul Atsir.
Bisa dilihat dalam buku Shifatullah ‘Azza wa Jalla Al-Waridah fil Kitabi was Sunnah hal. 42.
Sehingga Al-Ahad adalah yang tiada tandingan bagi-Nya dan tiada sekutu bagi-Nya, dalam Uluhiyyah-Nya, Ketuhanan-Nya, dan dalam Rububiyyah-Nya, serta dalam Asma` dan Sifat-Nya (nama-nama dan sifat-sifat-Nya).
Dia Maha Tunggal dalam Rububiyyah-Nya, sehingga tiada sekutu bagi-Nya dalam kerajaan-Nya, tidak ada yang dapat melawan dan mengalahkan-Nya. Dia Maha Tunggal dalam Dzat, nama, dan sifat-sifat-Nya. Tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya.
Dia Maha Tunggal dalam Uluhiyah-Nya sehingga tiada sesuatu pun yang berhak diibadahi kecuali Dia, dan tidak ada yang berhak mendapatkan ibadah kecuali Dia. (Lihat Ma’arijul Qabul, 1/136)
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di t mengatakan: “Al-Ahad yakni Yang menyendiri dengan segala kesempur-naan, keagungan, kebesaran, keindahan, pujian, hikmah, rahmah dan selainnya dari sifat-sifat kesempurnaan. Sehingga tidak ada yang menyerupai dan menyamai-Nya dalam satu sisi pun dari sisi-sisi yang ada.
Maka Dia Yang Maha Tunggal dalam kehidupan-Nya, sifat qayyumiyah-Nya, ilmu-Nya, kekuatan-Nya, kebesaran-nya, keindahan-Nya, pujian terhadap-Nya, hikmah-Nya, rahmah-Nya, dan sifat-sifat lain. Dia memiliki sifat-sifat itu pada puncak kesempurnaan.” (Lihat Bahjatu Qulubil Abrar, dinukil dalam kitab Syarh Asma` Allah Al-Husna fi Dhau`il Kitab was Sunnah, hal. 167)
Di antara nama Allah I juga adalah (Yang Maha Esa). Hal itu berdasarkan dalil dari Al-Quran di antaranya:
Makna Al-Ahad (Yang Maha Esa) antara lain:
1. Yang tiada yang menyerupainya, sebagaimana dikatakan oleh Al-Baihaqi.
2. Yang Maha tunggal, seperti dikatakan oleh Ibnul Atsir.
Bisa dilihat dalam buku Shifatullah ‘Azza wa Jalla Al-Waridah fil Kitabi was Sunnah hal. 42.
Sehingga Al-Ahad adalah yang tiada tandingan bagi-Nya dan tiada sekutu bagi-Nya, dalam Uluhiyyah-Nya, Ketuhanan-Nya, dan dalam Rububiyyah-Nya, serta dalam Asma` dan Sifat-Nya (nama-nama dan sifat-sifat-Nya).
Dia Maha Tunggal dalam Rububiyyah-Nya, sehingga tiada sekutu bagi-Nya dalam kerajaan-Nya, tidak ada yang dapat melawan dan mengalahkan-Nya. Dia Maha Tunggal dalam Dzat, nama, dan sifat-sifat-Nya. Tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya.
Dia Maha Tunggal dalam Uluhiyah-Nya sehingga tiada sesuatu pun yang berhak diibadahi kecuali Dia, dan tidak ada yang berhak mendapatkan ibadah kecuali Dia. (Lihat Ma’arijul Qabul, 1/136)
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di t mengatakan: “Al-Ahad yakni Yang menyendiri dengan segala kesempur-naan, keagungan, kebesaran, keindahan, pujian, hikmah, rahmah dan selainnya dari sifat-sifat kesempurnaan. Sehingga tidak ada yang menyerupai dan menyamai-Nya dalam satu sisi pun dari sisi-sisi yang ada.
Maka Dia Yang Maha Tunggal dalam kehidupan-Nya, sifat qayyumiyah-Nya, ilmu-Nya, kekuatan-Nya, kebesaran-nya, keindahan-Nya, pujian terhadap-Nya, hikmah-Nya, rahmah-Nya, dan sifat-sifat lain. Dia memiliki sifat-sifat itu pada puncak kesempurnaan.” (Lihat Bahjatu Qulubil Abrar, dinukil dalam kitab Syarh Asma` Allah Al-Husna fi Dhau`il Kitab was Sunnah, hal. 167)
Di antara nama Allah I juga adalah (Yang Maha Esa). Hal itu berdasarkan dalil dari Al-Quran di antaranya:
“Sesungguhnya Allah adalah Ilah Yang Maha Esa.” (An-Nisa: 171)
“(Lalu
Allah berfirman): ‘Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?’
Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.” (Ghafir: 16)
Adapun dalam hadits Nabi n, di antaranya sabda Nabi n dalam doa-doa dan dzikirnya:
Adapun dalam hadits Nabi n, di antaranya sabda Nabi n dalam doa-doa dan dzikirnya:
“Tiada Ilah yang benar kecuali Allah satu-satu-Nya, tiada sekutu bagi-Nya.”
Al-Baihaqi menyatakan: “Al-Wahid artinya Yang Maha Tunggal atau Esa, yang tetap menyendiri dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dikatakan pula artinya Yang tidak terbagi dalam Dzat-Nya, tidak ada yang menyerupainya dan tiada sekutu bagi-Nya. Dan ini merupakan sifat yang dengan Dzat-Nya Allah I berhak memilikinya.” (Lihat Shifatullah U Al-Waridah fil Kitab was Sunnah, hal. 265)
Al-Baihaqi menyatakan: “Al-Wahid artinya Yang Maha Tunggal atau Esa, yang tetap menyendiri dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dikatakan pula artinya Yang tidak terbagi dalam Dzat-Nya, tidak ada yang menyerupainya dan tiada sekutu bagi-Nya. Dan ini merupakan sifat yang dengan Dzat-Nya Allah I berhak memilikinya.” (Lihat Shifatullah U Al-Waridah fil Kitab was Sunnah, hal. 265)
http://mengenalalloh.blogspot.com/2011/12/al-ahad.html
`Adl العدل = Yang Maha Adil
Kalau
kita perhatikan asma'ul husna, terdapat nama Allah yang dalam bahasa
Indonesia memiliki arti yang sama, yaitu Allah Maha Adil, yang pertama
al 'Adl dan yang kedua al Muqsith. Sepintas orang-orang tidak ambil
pusing terhadap kedua kata tersebut, yang jelas bagi mereka Allah
berkeadilan. Allah menegaskan dalam kitabNya, bahwa Dia adalah yang
paling berkeadilan, bahkan dipertegas dengan bersaksi atas sifat adilNya
tersebut. "Allah menyaksikan bahwa tidak ada Tuhan melainkan Dia, para
Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian
itu). Dia yang menegakkan keadilan. Tak ada Tuhan melainkan Dia, Yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS 3:18) Kalimat qa'iman bi al-qisth
merupakan kesaksian tentang keadilan perbuatanNya setelah sebelumnya
menegaskan kesaksian atas keesaan ZatNya.
Dengan demikian Allah ingin menegaskan bahwa sifat keesaanNya tidaklah membawa dia berbuat otoriter, semau gue, tetapi keesaan tersebut dibarengi dengan sifat adil sehingga tidak ada ciptaanNya yang merasa dizalimi oleh Allah. Lantas apa yang membedakan al-qisth dengan al 'adl? Imam Ghazali saat menerangkan sifat Allah al Muqsith (dalam bukunya Asma' al Husna), mengatakan bahwa al Muqsith adalah yang memenangkan/membela yang teraniaya dari yang menganiaya dengan menjadikan yang teraniaya dan menganiaya sama-sama rela, sama-sama puas dan senang dengan hasil yang diperoleh.
Jika demikian, al-qisth tidak hanya sekedar adil, karena ada keadilan yang tidak menyenangkan salah satu pihak, misalnya apa yang kita lihat di pengadilan, yang teraniaya mendapat keadilan dengan dijatuhkannya sangsi terhadap orang yang menganiaya, sedangkan yang menganiaya mendapat sesusahan (karena dipenjara misalnya). al Qisth adalah adil tetapi sekaligus menjadikan kedua belah pihak, atau semua pihak, mendapatkan sesuatu yang menyenangkan. Allah menetapkan neraca dan memerintahkan untuk menegakkannya bil qisth, bukan bil adl.
Allah berfirman: "Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. (QS 55:7-9) Timbangan dan takaran harus menyenangkan kedua pihak, yang membeli mendapatkan barang dengan rela sedangkan yang menjual mendapatkan penghasilan dengan rela. Demikian juga, Allah menekankan kata qisth dalam firmanNya tentang hutang-piutang (QS 2:282). Dalam ayat tersebut kata yang digunakan adalah aqsath, karena keadilan yang dihasilkannya adalah keadilan yang memuaskan kedua belah pihak yang bertransaksi. Allah Qa'iman bi al qisth, menegakkan keadilan yang memuaskan semua pihak. Dia yang menciptakan mereka dan menganugerahkan aneka anugerah. Jika seseorang diberikan kelebihan rezeki materi, maka ada rejeki yang lain (selain materi) yang tidak diberikanNya.
Coba kita perhatikan, ada orang yang diberi limpahan materi, tetapi tidak diberikan ketenangan bathin, jika si Ali diberi potensi A, maka si Husein diberi potensi B. Dalam menetapkan kewajiban demikian juga (dan dalam semua hal). Akhirnya, bila kita mengalami hidup dalam kesulitan, selalu melarat, sedangkan orang lain hidupnya adem ayem, tentrem kerta raharja, jangan buru-buru menilai Allah tidak adil, tapi selidikilah anugerah apa yang diberikan Allah kepada kita yang tidak diberikan kepada orang yang kaya.
Yakinlah Allah maha adil dan membuat senang semua orang, hanya kita yang tidak jeli terhadap anugerah Allah. Dahulu saya merasakan kondisi yang teraniaya, dimana kemampuan saya tidak dimanfaatkan bahkan ditempatkan dalam posisi yang tidak membutuhkan keterampilan, tetapi ternyata Allah memberikan anugerah yang orang lain belum tentu mendapat kesempatan yaitu kesempatan saya menghafal al Quran dan menelaah ilmu-ilmu yang lama saya tinggalkan di rak-rak buku saya (karena kesibukan pekerjaan).
http://www.as-salafiyyah.com/2010/10/allah-al-muqsith-dan-al-adl-maha-adil.html
Dengan demikian Allah ingin menegaskan bahwa sifat keesaanNya tidaklah membawa dia berbuat otoriter, semau gue, tetapi keesaan tersebut dibarengi dengan sifat adil sehingga tidak ada ciptaanNya yang merasa dizalimi oleh Allah. Lantas apa yang membedakan al-qisth dengan al 'adl? Imam Ghazali saat menerangkan sifat Allah al Muqsith (dalam bukunya Asma' al Husna), mengatakan bahwa al Muqsith adalah yang memenangkan/membela yang teraniaya dari yang menganiaya dengan menjadikan yang teraniaya dan menganiaya sama-sama rela, sama-sama puas dan senang dengan hasil yang diperoleh.
Jika demikian, al-qisth tidak hanya sekedar adil, karena ada keadilan yang tidak menyenangkan salah satu pihak, misalnya apa yang kita lihat di pengadilan, yang teraniaya mendapat keadilan dengan dijatuhkannya sangsi terhadap orang yang menganiaya, sedangkan yang menganiaya mendapat sesusahan (karena dipenjara misalnya). al Qisth adalah adil tetapi sekaligus menjadikan kedua belah pihak, atau semua pihak, mendapatkan sesuatu yang menyenangkan. Allah menetapkan neraca dan memerintahkan untuk menegakkannya bil qisth, bukan bil adl.
Allah berfirman: "Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu. (QS 55:7-9) Timbangan dan takaran harus menyenangkan kedua pihak, yang membeli mendapatkan barang dengan rela sedangkan yang menjual mendapatkan penghasilan dengan rela. Demikian juga, Allah menekankan kata qisth dalam firmanNya tentang hutang-piutang (QS 2:282). Dalam ayat tersebut kata yang digunakan adalah aqsath, karena keadilan yang dihasilkannya adalah keadilan yang memuaskan kedua belah pihak yang bertransaksi. Allah Qa'iman bi al qisth, menegakkan keadilan yang memuaskan semua pihak. Dia yang menciptakan mereka dan menganugerahkan aneka anugerah. Jika seseorang diberikan kelebihan rezeki materi, maka ada rejeki yang lain (selain materi) yang tidak diberikanNya.
Coba kita perhatikan, ada orang yang diberi limpahan materi, tetapi tidak diberikan ketenangan bathin, jika si Ali diberi potensi A, maka si Husein diberi potensi B. Dalam menetapkan kewajiban demikian juga (dan dalam semua hal). Akhirnya, bila kita mengalami hidup dalam kesulitan, selalu melarat, sedangkan orang lain hidupnya adem ayem, tentrem kerta raharja, jangan buru-buru menilai Allah tidak adil, tapi selidikilah anugerah apa yang diberikan Allah kepada kita yang tidak diberikan kepada orang yang kaya.
Yakinlah Allah maha adil dan membuat senang semua orang, hanya kita yang tidak jeli terhadap anugerah Allah. Dahulu saya merasakan kondisi yang teraniaya, dimana kemampuan saya tidak dimanfaatkan bahkan ditempatkan dalam posisi yang tidak membutuhkan keterampilan, tetapi ternyata Allah memberikan anugerah yang orang lain belum tentu mendapat kesempatan yaitu kesempatan saya menghafal al Quran dan menelaah ilmu-ilmu yang lama saya tinggalkan di rak-rak buku saya (karena kesibukan pekerjaan).
http://www.as-salafiyyah.com/2010/10/allah-al-muqsith-dan-al-adl-maha-adil.html
Qawiyyu القوى = Yang Maha Kuat
Pemilik Kekuatan Semua
Menyediakan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki
karena Dia sendiri adalah kuat, Maha Perkasa Maha kuasa
Menyediakan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki
karena Dia sendiri adalah kuat, Maha Perkasa Maha kuasa
Allah Maha Kuat dan semua kekuatan berasal dari Dia.
Dia Memberikan kekuatan untuk ciptaannya
Ia menempatkan iman di hati orang-orang percaya untuk memberikan kekuatan
sehingga yang melindungi mereka sendiri mungkin dari kejahatan apapun.
Dia Memberikan kekuatan untuk ciptaannya
Ia menempatkan iman di hati orang-orang percaya untuk memberikan kekuatan
sehingga yang melindungi mereka sendiri mungkin dari kejahatan apapun.
“Al-Qawiyy” dan “al-Mateen” adalah dua Asma Allah dan Disebutkan dalam seperti perintah. Mereka berbagi Arti Dasar Sama.
Secara bahasa, “al-Qawiyy”
berasal dari quwwa, kekuatan, kekuasaan, kekuatan, Kemampuan, dan
sebagainya. Ini merupakan indikasi dari kekuatan dalam leksikon
dibandingkan Kelemahan. Kekuatan dalam hal ini menggambarkan kekuatan
yang lengkap dan sempurna.
Karena sangat Kuat, Allah memiliki kekuatan yang paling sempurna dan mutlak dan kesempurnaan, saya katakan,
“… Sesungguhnya Tuhanmu adalah Kuat, Yang Maha Perkasa” (Qur’an, 11:66)
“Al-Qawiyy” berarti:
Yang siapa kekuatan adalah terbatas dan Sebelum Siapa kekuatan kurcaci
musuh-Nya, dan begitu juga dengan kebesaran orang dimiliki sama besar.
Allah memiliki malaikat untuk kekuatan perkasa dimana satu malaikat,
misalnya, dapat menumbangkan gunung atau menghidupkan kota terbalik.
Seperti malaikat Namun, sejarah atau sejenisnya, Ketakutan Allah dan
Keperkasaan-Nya, kagum karena takut Kebesaran-Nya.
Al adalah Salah siapa Qawiyy Perkasa dan
Keagungan yang sempurna: Dia menundukkan dan tidak tenang, dan saya
tidak Membantu Membantu; Keperkasaan-Nya lebih unggul untuk orang lain
kehebatan. Ini también Kata Bahwa aku tidak pernah menderita Setiap
Kelemahan Dalam sendiri, dalam Kualitas-Nya, atau dalam tindakan-Nya,
dan kekuatan-Nya adalah indikasi menyelesaikan Keperkasaan-Nya.
Ayat-ayat Alquran banyak yang ada Itu menggambarkan Allah sebagai Satu Kuat, antara Mereka adalah Setelah itu,
Ketika kita melihat ayat-ayat yang mulia dengan yang sebelumnya dikutip, kita akan menemukan Atribut “al-Qawiyy” yang ada dalam 8:52 dan 40:22 sebagai satu-satunya yang amat berat siksaan jahat.[keadaan mereka] serupa dengan keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang yang sebelumnya. Mereka mengingkari ayat-ayat Allah, maka Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Amat Keras siksaan-Nya. (QS.8 Al-Anfal :52)Yang demikian itu adalah karena telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata [3] lalu mereka kafir; maka Allah mengazab mereka. Sesungguhnya Dia Maha Kuat lagi Maha Keras hukuman-Nya. (QS.40 Ghafir :22)
Tujuh kali memiliki Atribut “al-Qawiyy” telah Dikombinasikan Dengan Atribut “al-’Azeez” kekuatan tidak cocok kecuali untuk Mereka yang terhormat.
Akar kata, Matana, berkonotasi solidness dengan ekspansi dan
ekstensi. Dapat Diterapkan ke batuan padat, atau untuk jarak dilalui.
Al-Mateen adalah al-Qawiyy, Yang Kuat, Yang dapat melakukan apapun yang Dia kehendaki, Siapa yang tidak membutuhkan tentara untuk menegakkan otoritasNya.
Dia tidak membutuhkan bantuan, atau pendukung, maupun asisten. Istirahat harapan Anda pada satu pun selain Dia.
Al-Mateen
adalah Satu Yang Perkasa adalah sempurna, tidak ada yang di langit
maupun di bumi bisa berdiri di jalan-Nya. Dia adalah Allah yang
Mempengaruhi kehendak-Nya, siapa Perkasa adalah kekal, semuanya belum
bisa saya Mempengaruhi Mempengaruhi Nya.
(QS.11 Hud :16)Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan?(QS.22 Al-Hajj :40)[yaitu] orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: “Tuhan kami hanyalah Allah”.Dan sekiranya Allah tiada menolak [keganasan] sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah.Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong [agama] -Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.(QS.22 Al-Hajj :74)Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.(QS.42 Ash-Shura :19)Allah Maha Lembut terhadap hamba-hamba-Nya; Dia memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa.(QS.57 Al-Hadid :25)Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca [keadilan] supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfa’at bagi manusia, [supaya mereka mempergunakan besi itu] dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong [agama] Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.(QS.58 Al-Mujadila :21)Allah telah menetapkan: “Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang”. Sesungguh nya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.
Waliyy الولى = Yang Maha Melindungi
Lafal Al Waliy mempunyai arti
bahwa Allah adalah Al-Muhibh (yang mencintai), An Nashir (yang
menolong), Al-Mutawalli amra khalqihi (yang menyelesaikan urusan
makhluk-Nya), dan Al Mukhtashshina bi Ihsanihi (yang khusus mendapatkan
kebaikan-Nya).
Firman Allah yang artinya:“… dan Allah adalah pelindung orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Jatsiyah: 19)
Dalam arti bahwa Allah-lah yang mengurus kemenangan mereka, dan Dialah yang meninggikan keadaan mereka, memelihara dan menjaga mereka.
Firman Allah SWT yang lain:
“Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman dan karena sesungguhnya orang-orang kafir itu tiada mempunyai pelindung.” (QS. Muhammad: 11)
Para wali diantara hamba-hamba Allah itu ialah orang yang mencintai Allah dan mencintai aulia-Nya, menolong-Nya dan menolong aulia-Nya, serta memusuhi musuh-musuh-Nya. Di antara musuh-musuh-Nya ialah nafsu dan setan. Barangsiapa menghinakan keduanya, berarti ia adalah wali di antara hamba-hamba Allah.
Berakhlak dengan ism ini menghendaki agar anda menegakkan kebaktian kepada Allah, dan menjadi wali bagi-Nya. Makna wali itu ialah orang yang segala keadaannya diurus oleh Allah, dan tidak dibiarkan-Nya diurus oleh yang lain-Nya.
http://amlubai-bimbel.blogspot.com/2011/04/lafal-al-waliy_15.html
Firman Allah yang artinya:“… dan Allah adalah pelindung orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Jatsiyah: 19)
Dalam arti bahwa Allah-lah yang mengurus kemenangan mereka, dan Dialah yang meninggikan keadaan mereka, memelihara dan menjaga mereka.
Firman Allah SWT yang lain:
“Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman dan karena sesungguhnya orang-orang kafir itu tiada mempunyai pelindung.” (QS. Muhammad: 11)
Para wali diantara hamba-hamba Allah itu ialah orang yang mencintai Allah dan mencintai aulia-Nya, menolong-Nya dan menolong aulia-Nya, serta memusuhi musuh-musuh-Nya. Di antara musuh-musuh-Nya ialah nafsu dan setan. Barangsiapa menghinakan keduanya, berarti ia adalah wali di antara hamba-hamba Allah.
Berakhlak dengan ism ini menghendaki agar anda menegakkan kebaktian kepada Allah, dan menjadi wali bagi-Nya. Makna wali itu ialah orang yang segala keadaannya diurus oleh Allah, dan tidak dibiarkan-Nya diurus oleh yang lain-Nya.
http://amlubai-bimbel.blogspot.com/2011/04/lafal-al-waliy_15.html
Tawwaab التواب = Yang Maha Penerima Tobat
Allah l menamai diri-Nya dengan nama At-Tawwab ( التَّوَّابُ ), Allah l sebutkan nama-Nya ini dalam ayat-Nya:
“Kemudian
Adam menerima beberapa kalimat dari Rabbnya, maka Allah menerima
taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”
(Al-Baqarah: 37)
Ibnul Qayyim t menerangkan dengan ringkas tentang nama tersebut pada dua bait sya’ir:
Demikianlah At-Tawwab itu termasuk sifat-sifat-Nya
dan taubat dalam sifat-Nya bermacam dua
taufiq-Nya kepada hamba untuk bertaubat, dan menerima-Nya
setelah taubatnya, dengan karunia Yang Maha memberi karunia.
Asy-Syaikh
Muhammad Khalil Harras dalam penjelasannya terhadap dua bait syair itu
mengatakan: “Adapun nama At-Tawwab artinya adalah yang banyak taubat
artinya kembali. Maksudnya, menerima taubat hamba dan mengembalikan
kepada hamba berupa ampunan-Nya. Allah k berfirman:
“Dan
Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan
kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Asy-Syura:
25)
“Yang Mengampuni dosa dan
Menerima taubat lagi keras hukuman-Nya; Yang mempunyai karunia. Tiada
Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Hanya kepada-Nyalah kembali
(semua makhluk).” (Ghafir: 3)
Allah
l senantiasa menerima taubat hamba-Nya selama nyawa belum sampai
tenggorokan atau sebelum matahari terbit dari barat. Maka bilamana
muncul tanda kiamat kecil (mati) dengan sampainya nyawa ke tenggorokan
atau muncul tanda kiamat besar dengan terbitnya matahari dari arah
barat, ketika itu pintu taubat ditutup. Allah l berfirman:
“Dan
tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan
kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara
mereka, (barulah) ia mengatakan: ‘Sesungguhnya saya bertaubat sekarang.’
Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di
dalam kekafiran. (An-Nisa`: 18)
“Yang
mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malaikat kepada
mereka (untuk mencabut nyawa mereka), atau kedatangan Rabbmu atau
kedatangan sebagian tanda-tanda Rabbmu. Pada hari datangnya sebagian
tanda-tanda Rabbmu tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang
bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum)
mengusahakan kebaikan dalam masa imannya.” (Al-An’am: 158)
Dalam hadits yang shahih disebutkan bahwa Nabi n bersabda:
إِنَّ
اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ
النَّهَارِ وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ اللَّيْلِ
حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا
“Bahwa
Allah membentangkan tangan-Nya di malam hari untuk menerima taubat
orang-orang yang berbuat jelek di siang hari dan membentangkan
tangan-Nya di siang hari untuk menerima taubat orang-orang yang berbuat
jelek di malam hari sehingga matahari terbit dari arah barat.” (Shahih,
HR. Muslim dari sahabat Abu Musa z)
Taubat Allah l terhadap hamba-Nya ada dua macam:
Pertama:
bahwa Ia memberikan ilham dan taufiq-Nya untuk bertaubat kepada-Nya
serta untuk menelusuri syarat-syarat taubat baik berupa penyesalan (dari
perbuatan dosa), istighfar, dan menanggalkan maksiat, bertekad untuk
tidak kembali kepada dosanya serta menggantikan dosanya dengan amal
shalih.
Kedua:
bahwa Allah l juga menerima taubat hamba-Nya, menyambutnya, serta
menghapuskan dosanya, karena taubat yang murni dan benar-benar itu akan
melebur kesalahan-kesalahan sebelumnya.
“Kecuali
orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih; maka
kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Furqan: 70)
As-Sa’di
t juga menjelaskan dalam tafsirnya: “At-Tawwab adalah yang senantiasa
memberikan dan menerima taubat dari hamba-hamba-Nya serta mengampuni
dosa orang-orang yang bertaubat. Maka semua yang bertaubat kepada Allah l
dengan taubat yang murni dan sungguh-sungguh, Allah l pun akan menerima
taubatnya. Allah l memberikan taubat kepada hamba-Nya, pertama dengan
memberikan taufiq-Nya kepada mereka untuk bertaubat dan
bersungguh-sungguh dengan kalbunya menuju kepadanya, serta menerima
taubat mereka setelah mereka melakukannya dan mengampuni kesalahannya.”
Buah Mengimani Nama At-Tawwab
Dengan
mengimani nama At-Tawwab kita akan mendapatkan banyak manfaat. Di
antaranya, akan tumbuh pada diri kita rasa syukur yang besar kepada
Allah l yang memberikan taufiq dan ilham-Nya kepada seorang hamba
sehingga muncul pada dirinya keinginan untuk bertaubat serta mencabut
diri dari berbagai macam kesalahan dalam bentuk apapun. Kalaulah bukan
karena taufiq-Nya niscaya takkan tumbuh dalam diri ini keinginan untuk
bertaubat dan kembali keharibaan-Nya.
Dengan
mengimani nama itu pula, kita mengetahui dengan pasti bahwa pintu
taubat senantiasa terbuka, sehingga tidak ada kata putus asa untuk
bertaubat. Tiada kata ‘telanjur basah’ dalam maksiat. Apapun dan
berapapun dosanya Allah l akan berikan ampunan kepadanya manakala dia
dengan sungguh-sungguh bertaubat. Barangkali kita pernah mendengar
sebagian kisah dari Nabi n kita yang mulia, tentang bagaimana Allah l
menerima taubat seorang yang telah membunuh 100 jiwa, Allah l mengampuni
pelacur, bahkan yang berbuat kekafiran sekalipun Allah l beri ampunan,
ketika mereka bertaubat secara sungguh-sungguh.
Namun
yang perlu diperhatikan adalah kesungguh-sungguhan dalam bertaubat
dengan memenuhi syarat-syaratnya. Sebagaimana yang disebutkan Asy-Syaikh
Al-Harras di atas; menyesali perbuatan dosanya, mencabut diri darinya,
bertekad untuk tidak mengulanginya, mengganti dengan amal shalih,
dilakukan sebelum tertutupnya pintu taubat dan bila berkaitan dengan hak
orang, mengembalikan hak orang yang kita dzalimi, atau meminta
kehalalannya.
http://mengenalalloh.blogspot.com/2011/12/at-tawwab.html
Syakuur الشكور = Yang Maha Pembalas Budi (Menghargai)
Asy-Syakur artinya Allah yang Maha Mensyukuri (yang berterima kasih).
Sebagai bukti bahwa Allah bersifat asy-Syakur adalah Allah selalu memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Bahkan Allah melipatgandakan pahalanya.
Orang yang selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah, maka Allah akan membalasnya dengan menambah nikmat kepada orang tersebut.
Oleh karena itu, kita harus meneladani sifat tersebut.
Kita harus berterima kasih kepada orang yang berbuat baik kepada kita.
Jika kita ditolong atau diberi sesuatu oleh orang lain maka ucapkanlah terima kasih.
Lebih baik lagi jika disertai dengan doa dengan mengucap Jazakallahu khairan kasiran yang artinya semoga Allah membalas kebaikanmu.
Orang-orang yang tidak mau berterima kasih kepada orang lain sama dengan ia tidak bersyukur kepada Allah SWT.
Sesuai sabda Nabi Muhammad SAW. :
http://amaliahasanah.wordpress.com/2011/04/26/asmaul-husna-ar-razzaq-al-mughni-al-hamid-dan-asy-syakur/
Sebagai bukti bahwa Allah bersifat asy-Syakur adalah Allah selalu memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Bahkan Allah melipatgandakan pahalanya.
Orang yang selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah, maka Allah akan membalasnya dengan menambah nikmat kepada orang tersebut.
Oleh karena itu, kita harus meneladani sifat tersebut.
Kita harus berterima kasih kepada orang yang berbuat baik kepada kita.
Jika kita ditolong atau diberi sesuatu oleh orang lain maka ucapkanlah terima kasih.
Lebih baik lagi jika disertai dengan doa dengan mengucap Jazakallahu khairan kasiran yang artinya semoga Allah membalas kebaikanmu.
Orang-orang yang tidak mau berterima kasih kepada orang lain sama dengan ia tidak bersyukur kepada Allah SWT.
Sesuai sabda Nabi Muhammad SAW. :
مَنْ لمَ ْيَشْكُرِ النَّاسَ لمَ ْيَشْكُرِ اللهَ
Artinya : “ Barang siapa yang tidak berterimakasih kepada manusia
berarti tidak bersyukur kepada manusia” (HR. Ahmad dari Abu Hurairah)http://amaliahasanah.wordpress.com/2011/04/26/asmaul-husna-ar-razzaq-al-mughni-al-hamid-dan-asy-syakur/
Raafi` الرافع = Yang Maha Meninggikan (makhluknya)
Raafi` الرافع = Yang Maha Meninggikan (makhluknya)
Al-Mujib
Allah langsung menjawab,
Allah memberikan jawaban yang mereka membutuhkan
Allah akan menjawab doa-doa kami dan memenuhi kebutuhan kita
sebagaiman Dia melihat yang terbaik
Allah memberikan jawaban yang mereka membutuhkan
Allah akan menjawab doa-doa kami dan memenuhi kebutuhan kita
sebagaiman Dia melihat yang terbaik
(11:61) Hud – Surah HUUD
Dan kepada Tsamud [Kami utus] saudara mereka Saleh. Saleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia.Dia telah menciptakan kamu dari bumi [tanah] dan menjadikan kamu pemakmurnya[4], karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertaubatlah kepada-Nya.Sesungguhnya Tuhanku amat dekat [rahmat-Nya] lagi memperkenankan [do’a hamba-Nya].” (61)
Linguistik umum, baik kata benda ijaba dan istijaba berarti pada dasarnya sama, dan “al-Mujeeb” memiliki dua makna:
- Pertama: Dia Yang menjawab permohonan.
- Yang lainnya adalah: Dia Yang memberikan apa yang Ia memohon.
Al-Mujeeb,
Allah, menanggapi permohonan dari mereka yang memohon kepada-Nya dan
membantu mereka, baik yang menjawab doa mereka yang memohon kepada-Nya,
Siapa yang menghilangkan kebutuhan dari mereka yang membutuhkan dan
memberikan mereka secukupnya.
Dia bahkan memberi sebelum diminta dan
menerima bahkan sebelum sedang memohon. Dia tahu kebutuhan mereka yang
membutuhkan sebelum mereka berdoa kepada-Nya, dan Dia sejak kekekalan
mengetahui semua kebutuhan mereka, sehingga Ia telah memberikan mereka
cara untuk memenuhi semua kebutuhan mereka.
Dia menciptakan makanan dan segala jenis
makanan untuk mereka, Dia menciptakan alat dan sarana untuk mendapatkan
alat tersebut ke tangan mereka yang membutuhkannya.
Al-Mujeeb menanggapi permohonan dari mereka yang memohon kepada-Nya. Sejak zaman dahulu, Dia tahu sebelumnya apa yang mereka butuhkan.
Dia pergi untuk menyelamatkan mereka yang
sangat membutuhkan bantuan, dan Ia tidak mengecewakan siapa pun yang
memohon kepada-Nya.
Tema ini berulang cukup sering sepanjang Al-Qur’an. Contohnya adalah:Sesungguhnya Nuh telah menyeru Kami: maka sesungguhnya sebaik-baik yang memperkenankan [adalah Kami]. (QS. 37:75)
Jadi Tuhan mereka menerima doa mereka:
Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya [dengan berfirman], “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, [karena] sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.” (QS. 3:195)Dan [ingatlah kisah] Ayyub, ketika ia menyeru Tuhannya: “[Ya Tuhanku], sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang”. (QS. 21:83)Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah. (QS. 21:84)Atau siapakah yang memperkenankan [do’a] orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo’a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu [manusia] sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan [yang lain]? Amat sedikitlah kamu mengingati [Nya]. (QS. 27:62)
Anda mencari bantuan dari Tuhanmu, sehingga Dia menjawab Anda:
[Ingatlah], ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut”. (QS. 8:9)
Ketika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku,
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka [jawablah], bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku,maka hendaklah mereka itu memenuhi [segala perintah] Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. 2:186)
Dan Tuhanmu berfirman:
“Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina“. (QS. 40:60)
Bagi mereka yang menanggapi Tuhan mereka
ada kebaikan, dan mereka yang tidak merespon kepada-Nya, seandainya
mereka memiliki semua yang ada di bumi dan sejenisnya daripadanya dengan
itu, mereka pasti akan menawarkan untuk tebusan.
Bagi orang-orang yang memenuhi seruan Tuhannya, [disediakan] pembalasan yang baik.Dan orang-orang yang tidak memenuhi seruan Tuhan, sekiranya mereka mempunyai semua [kekayaan] yang ada di bumi dan [ditambah] sebanyak isi bumi itu lagi besertanya, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan kekayaan itu.Orang-orang itu disediakan baginya hisab yang buruk dan tempat kediaman mereka ialah Jahannam dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman. (QS. 13:18)Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. (QS. 8:24)
Allah mampu menanggapi dengan berbagai
cara. Ketika beberapa teman-Nya membutuhkan sesuatu, Dia memenuhi
kebutuhan mereka, dan Dia bahkan mungkin membuat beberapa keadaan
sengaja sulit bagi mereka hanya untuk menguji mereka dan meningkatkan
status mereka karena ketekunan mereka, dan mereka berterima kasih
kepada-Nya selama masa kemudahan serta waktu yang sulit.
Jadi ketika mereka hampir kehilangan
harapan, Dia datang untuk menyelamatkan mereka dengan imbalan yang indah
dan dengan indikasi yang Nya senang dengan mereka.
Allah menjamin bagi hamba-Nya bahwa Dia
akan merespon menguntungkan untuk berdoa di jalan yang Dia tahu demi
kepentingan terbaiknya, dan pada saat yang Dia pilih, bukan waktu yang
dipilih oleh hamba-Nya.
Maka, tidak kehilangan harapan karena
keterlambatannya dalam menjawab pernyataan anda, untuk seperti penundaan
mungkin terbukti lebih baik untuk Anda.
Semoga Allah bahkan memilih untuk
memberikan Anda lebih baik dari apa yang Anda minta kepada-Nya, maka,
memohon kepada-Nya sebagai salah satu yakin akan respon baik-Nya.
Rasulullah sering mengatakan,“Mohonlah kepada Allah dan bukti dari jawaban-Nya kepada permohonan Anda, dan diketahui bahwa Allah tidak menjawab permintaan dari orang yang lalai, acuh tak acuh.” (al-Tirmidzi)
Dia juga mengatakan,
“Tidak memohon kepada Allah Muslim permohonan dimana tidak ada keinginan untuk berbuat dosa maupun pemutusan ikatan kekerabatan kecuali bahwa Allah akan memberinya salah satu dari tiga penghargaan yang baik: Allah akan memberinya respons langsung, atau Ia dapat menyimpan pahala baginya dalam kehidupan akhirat, atau Dia dapat menyimpan setara kejahatan darinya.“
Teman-temannya berkata, “Kemudian kita akan memohon kepada-Nya banyak,”
Dia berkata, “Sesungguhnya Allah masih lebih besar!”
Rasulullah mengatakan,“Bila Anda memiliki pembelaan, memohon kepada Allah, dan setiap kali Anda perlu bantuan, mencari bantuan dari Allah.“
Dalam catatan lain, katanya,
“Allah terlalu malu untuk mengecewakan salah satu dari hamba-Nya yang memohon kepada-Nya untuk sesuatu yang baik.”
Al-Wadud
Al-Wadud berarti Satu yang dicintai
Hamba-Nya taat mengasihi-Nya dan Dia mengasihi mereka
Allah menyukai orang yang berbuat baik dan memberi mereka kelembutan-Nya
Hamba-Nya taat mengasihi-Nya dan Dia mengasihi mereka
Allah menyukai orang yang berbuat baik dan memberi mereka kelembutan-Nya
(11:90) Hud – Surah HUUDDan mohonlah ampun kepada Tuhanmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih. (90)(85:14) Al-Burooj – Surah GUGUSAN BINTANGDia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih, (14)
Al-Wadood
“adalah Atribut berasal dari kata Arab” wudd “yang menyampaikan arti
cinta dan persahabatan, dan itu berlaku untuk semua jalan kebaikan.
Allah adalah “al-Wadood” karena Dia mengasihi hamba-Nya dan mereka mencintai-Nya, Dia mengatakan sebagai berikut dalam Surat al-Ma’ida:
“Hai orang beriman Barangsiapa di antara kamu berpaling dari agamanya, Allah akan membawa orang yang Dia! mencintai dan yang mengasihi Dia, yang rendah hati di hadapan orang percaya dan perkasa terhadap orang-orang kafir …. ” (5:54)
Kondisi cinta sejati adalah bahwa ia
tidak meningkatkan karena loyalitas, juga tidak menurunkan karena
keengganan. Al-Wadood pernah mencoba untuk menunjukkan kasih-Nya bagi
teman-Nya dengan mewujudkan pengetahuan-Nya kepada mereka.
“Wadood”
orang adalah orang yang lebih suka Anda atas semua orang lain, yang
menghilangkan dari hati Anda ada keinginan untuk melihat atau untuk
mencintai orang lain kecuali dirinya.
Al-Wadood
sangat mencintai hamba-Nya, yang mencoba untuk dicintai bahkan oleh
orang berdosa melalui pengampunan-Nya dan oleh semua ciptaan-Nya dengan
mempertahankan mereka dan memberikan mereka secukupnya.
Hamba benar Allah mengasihi Dia karena
pengetahuan mereka tentang kesempurnaan-Nya dan kesempurnaan kualitas
Nya, dan karena kesiapan-Nya untuk mengampuni. Untuk semua alasan ini,
al-Wadood adalah Pengasih dan Sang Kekasih.
Jika seorang hamba penyelaman Allah dalam
ke kedalaman pengetahuan tentang kesempurnaan Allah, kesempurnaan yang
menyebabkan hamba Allah untuk mencintai Tuhannya lebih dan lebih,
pengetahuannya akan mengkristal, dan dia akan menemukan banyak kepuasan
saat menyembah Nya sesuai.
Pengetahuannya tentang Dia kemudian akan
menghasilkan buah yang baik, dan ia, hamba Allah, akan berubah menjadi
orang yang mengasihi Dia.
Dia juga dapat dipahami sebagai Dia yang
mengasihi hamba-Nya dan cinta untuk siapa beruang buah yang baik sesuai
dengan tingkatan kasih di jantung masing-masing dari mereka yang
mengasihi Dia.
Jika seseorang melihat melalui hatinya
Tuhan untuk menjadi diri yang cukup, Pemurah, Maha Agung, Mahakuasa,
semua orang yang membutuhkan-Nya sementara Dia tidak membutuhkan
siapapun atau apapun.
Namun Dia mengasihi hamba-Nya dan
berharap yang terbaik untuk mereka dan bahkan mencoba untuk lebih dekat
dengan mereka dengan memberikan mereka nikmat-Nya …, orang seperti itu
pasti akan telah diberkati dengan visi yang benar dan pemandangan yang
jelas.
Salah satu yang mencoba mode perilakunya
sesuai dengan inspirasi dari Atribut ini seharusnya tahu bahwa ia harus
mengasihi semua orang yang mencintai Allah seperti para nabi, penerus
para nabi, dan para ulama. Ia harus mencintai Allah menyukai segala
sesuatu dan dengan mana Ia dengan bangga seperti tindakan kebenaran,
kesalehan, perbuatan baik dan perilaku teladan dengan orang lain.
Orang seperti itu harus berbelas kasih
terhadap semua orang: Dia senang melihat orang durhaka kembali ke Tuhan
mereka patuh, perusahaan yang tersisa benar dalam kebenaran mereka.Dia
menjadi penuh kasih terhadap semua hamba Allah, mengampuni mereka yang
menyalah gunakannya, bersikap baik terhadap semua orang terutama
keluarga dan kerabat.
Tercatat bahwa nabi telah berkata kepada Imam ‘Ali,
“Jika Anda ingin melampaui orang-orang yang dekat dengan Allah, maka hubungan Anda bergabung dengan mereka yang telah membuang mereka dari Anda, memberikan mereka yang kekurangan Anda, dan mengampuni mereka yang salah Anda“
Atribut “al-Wadood”
layak dari hamba Allah yang mereka ingin satu sama lain apa yang mereka
inginkan untuk diri mereka sendiri, dan bahkan lebih! Mereka lebih suka
orang lain lebih dari diri mereka sendiri. Orang benar pernah berkata,
“Saya ingin menjadi jembatan di atas api dimana orang lulus [ke surga]
terluka.”
Kesempurnaan berikut tersebut adalah
bahwa kemarahan, dendam, atau kerusakan yang diterima tidak berhenti
siapa saja yang mencontohkan Atribut ini dalam perilakunya dari orang
lain lebih menyukai dirinya sendiri dan dari yang baik kepada mereka,
dengan demikian kita diajarkan oleh master kami Rasulullah saw.
Empat dari giginya pernah patah, dan
wajahnya berdarah, namun semua itu tidak beralasan karena melanggar yang
ia terkena di tangan orang-orang kafir tidak menghentikan dia dari
berdoa untuk mereka atau dari yang ingin mereka baik.
Ibnu Abbas dikutip mengatakan bahwa ia mendengar Rasulullah, yang baru saja selesai shalat, memohon demikian:
Mengenai penjelasan dari ayat berkata,“Ya Tuhan saya mohon kepada Anda untuk rahmat dari Anda dimana Anda membimbing hatiku, mengelola urusan saya, menyatukan kaum kerabat saya, dan membawa reformasi bagi mereka yang absen dari kalangan kerabat saya,saya memohon kepada Anda untuk keamanan pada hari yang dijanjikan, untuk surga di Hari kebangkitan, di perusahaan saksi yang dekat dengan Anda, mereka yang sujud dan sujud. , yang memenuhi janji mereka …, karena sesungguhnya Engkau adalah Yang Maha Penyayang, Pengasih. “
“… bagi mereka akan Allah membawa kasih” (Qur’an, 19:96)
“Cinta” yang
dimaksud di sini berarti bahwa Allah akan membuat ciptaan-Nya mencintai
mereka, yaitu, Dia akan membuat hamba Pengalamannya cinta dan kasih
sayang pada pribadi mereka sendiri.
Mendukung penjelasan ini adalah tradisi dimana Rasulullah mengatakan,
“Jika Allah mencintai salah satu hamba-Nya, Dia menyerukan kepada Jibril mengatakan kepadanya demikian, dimana Jibril mencintai orang itu, sehingga ia menyerukan kepada penduduk langit berkata,` Allah mencintai ini dan begitu, karena itu, Anda juga harus mencintai dia, “dimana penduduk langit menanggapinya di afirmatif Cinta baginya sehingga akan disebarluaskan di antara penduduk bumi“
Langganan:
Postingan (Atom)