Rabu, 29 Mei 2013

As Shabuur (Yang Maha Sabar)

c

Asmaul Husna



وَلِلّهِ الأَسْمَاءُ الحُسْنَى فَادْعُوْهُ بِهَا وَذَرُوْا الذِيْنَ يُلْحِدُوْنَ فِأَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُوْنَ - الأعراف: 180
 "Allah mempunyai asmaa-ul husna(nama-nama yang baik),maka mohonlah (berdoalah) kepadaNya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan."


قُلِ ادْعُوْا اللّهَ أَوِ ادْعُوْا الرَحْمَنَ أَيَّا مَّا تَدْعُوْا فَلَهُ الأَسْمَاءُ الحُسْنَى وَلاَ تَجْهَرْ بِصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِىْ بَيْنَ ذَالِكَ سَبِيْلآَ - الإسراء : 110

"Katakanah: Serulah (berdoalah) Allah atau serulah Arrahman.Dengan nama yang mana saja kamu seru,Dia mempunyaia asmaa-u husna (nama-nama yang terbaik),dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam sholatmu dan janganlah merendahkannya,dan carilah jalan tengah diantara keduanya itu."

“Hanya milik Allah asma’ al-husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma’ al-husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan” (Q.S. al-A’raf [7] : 180)


No. Nama Arab Indonesia

Allah الله Allah
1 Ar Rahman الرحمن Yang Maha Pemurah
2 Ar Rahiim الرحيم Yang Maha Penyayang
3 Al Malik الملك Yang Maha Merajai/Memerintah
4 Al Quddus القدوس Yang Maha Suci
5 As Salaam السلام Yang Maha Memberi Kesejahteraan
6 Al Mu`min المؤمن Yang Maha Memberi Keamanan
7 Al Muhaimin المهيمن Yang Maha Pemelihara
8 Al `Aziiz العزيز Yang Maha Perkasa
9 Al Jabbar الجبار Yang Memiliki Mutlak Kegagahan
10 Al Mutakabbir المتكبر Yang Maha Megah, Yang Memiliki Kebesaran
11 Al Khaliq الخالق Yang Maha Pencipta
12 Al Baari` البارئ Yang Maha Melepaskan (Membuat, Membentuk, Menyeimbangkan)
13 Al Mushawwir المصور Yang Maha Membentuk Rupa (makhluknya)
14 Al Ghaffaar الغفار Yang Maha Pengampun
15 Al Qahhaar القهار Yang Maha Memaksa
16 Al Wahhaab الوهاب Yang Maha Pemberi Karunia
17 Ar Razzaaq الرزاق Yang Maha Pemberi Rezeki
18 Al Fattaah الفتاح Yang Maha Pembuka Rahmat
19 Al `Aliim العليم Yang Maha Mengetahui (Memiliki Ilmu)
20 Al Qaabidh القابض Yang Maha Menyempitkan (makhluknya)
21 Al Baasith الباسط Yang Maha Melapangkan (makhluknya)
22 Al Khaafidh الخافض Yang Maha Merendahkan (makhluknya)
23 Ar Raafi` الرافع Yang Maha Meninggikan (makhluknya)
24 Al Mu`izz المعز Yang Maha Memuliakan (makhluknya)
25 Al Mudzil المذل Yang Maha Menghinakan (makhluknya)
26 Al Samii` السميع Yang Maha Mendengar
27 Al Bashiir البصير Yang Maha Melihat
28 Al Hakam الحكم Yang Maha Menetapkan
29 Al `Adl العدل Yang Maha Adil
30 Al Lathiif اللطيف Yang Maha Lembut
31 Al Khabiir الخبير Yang Maha Mengenal
32 Al Haliim الحليم Yang Maha Penyantun
33 Al `Azhiim العظيم Yang Maha Agung
34 Al Ghafuur الغفور Yang Maha Pengampun
35 As Syakuur الشكور Yang Maha Pembalas Budi (Menghargai)
36 Al `Aliy العلى Yang Maha Tinggi
37 Al Kabiir الكبير Yang Maha Besar
38 Al Hafizh الحفيظ Yang Maha Memelihara
39 Al Muqiit المقيت Yang Maha Pemberi Kecukupan
40 Al Hasiib الحسيب Yang Maha Membuat Perhitungan
41 Al Jaliil الجليل Yang Maha Luhur
42 Al Kariim الكريم Yang Maha Mulia
43 Ar Raqiib الرقيب Yang Maha Mengawasi
44 Al Mujiib المجيب Yang Maha Mengabulkan
45 Al Waasi` الواسع Yang Maha Luas
46 Al Hakiim الحكيم Yang Maha Maka Bijaksana
47 Al Waduud الودود Yang Maha Mengasihi
48 Al Majiid المجيد Yang Maha Mulia
49 Al Baa`its الباعث Yang Maha Membangkitkan
50 As Syahiid الشهيد Yang Maha Menyaksikan
51 Al Haqq الحق Yang Maha Benar
52 Al Wakiil الوكيل Yang Maha Memelihara
53 Al Qawiyyu القوى Yang Maha Kuat
54 Al Matiin المتين Yang Maha Kokoh
55 Al Waliyy الولى Yang Maha Melindungi
56 Al Hamiid الحميد Yang Maha Terpuji
57 Al Muhshii المحصى Yang Maha Mengalkulasi (Menghitung Segala Sesuatu)
58 Al Mubdi` المبدئ Yang Maha Memulai
59 Al Mu`iid المعيد Yang Maha Mengembalikan Kehidupan
60 Al Muhyii المحيى Yang Maha Menghidupkan
61 Al Mumiitu المميت Yang Maha Mematikan
62 Al Hayyu الحي Yang Maha Hidup
63 Al Qayyuum القيوم Yang Maha Mandiri
64 Al Waajid الواجد Yang Maha Penemu
65 Al Maajid الماجد Yang Maha Mulia
66 Al Wahid الواحد Yang Maha Tunggal
67 Al Ahad الاحد Yang Maha Esa
68 As Shamad الصمد Yang Maha Dibutuhkan, Tempat Meminta
69 Al Qaadir القادر Yang Maha Menentukan, Maha Menyeimbangkan
70 Al Muqtadir المقتدر Yang Maha Berkuasa
71 Al Muqaddim المقدم Yang Maha Mendahulukan
72 Al Mu`akkhir المؤخر Yang Maha Mengakhirkan
73 Al Awwal الأول Yang Maha Awal
74 Al Aakhir الأخر Yang Maha Akhir
75 Az Zhaahir الظاهر Yang Maha Nyata
76 Al Baathin الباطن Yang Maha Ghaib
77 Al Waali الوالي Yang Maha Memerintah
78 Al Muta`aalii المتعالي Yang Maha Tinggi
79 Al Barru البر Yang Maha Penderma (Maha Pemberi Kebajikan)
80 At Tawwaab التواب Yang Maha Penerima Tobat
81 Al Muntaqim المنتقم Yang Maha Pemberi Balasan
82 Al Afuww العفو Yang Maha Pemaaf
83 Ar Ra`uuf الرؤوف Yang Maha Pengasuh
84 Malikul Mulk مالك الملك Yang Maha Penguasa Kerajaan (Semesta)
85 Dzul Jalaali Wal Ikraam ذو الجلال و الإكرام Yang Maha Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan
86 Al Muqsith المقسط Yang Maha Pemberi Keadilan
87 Al Jamii` الجامع Yang Maha Mengumpulkan
88 Al Ghaniyy الغنى Yang Maha Kaya
89 Al Mughnii المغنى Yang Maha Pemberi Kekayaan
90 Al Maani المانع Yang Maha Mencegah
91 Ad Dhaar الضار Yang Maha Penimpa Kemudharatan
92 An Nafii` النافع Yang Maha Memberi Manfaat
93 An Nuur النور Yang Maha Bercahaya (Menerangi, Memberi Cahaya)
94 Al Haadii الهادئ Yang Maha Pemberi Petunjuk
95 Al Badii' البديع Yang Maha Pencipta Yang Tiada Bandingannya
96 Al Baaqii الباقي Yang Maha Kekal
97 Al Waarits الوارث Yang Maha Pewaris
98 Ar Rasyiid الرشيد Yang Maha Pandai
99 As Shabuur الصبور Yang Maha Sabar

As Shamad (Yang Maha Dibutuhkan, Tempat Meminta)

c

Al Wahhaab (Yang Maha Pemberi Karunia)

c

Al Qahhaar (Yang Maha Memaksa)

c

Al Ghaffaar (Yang Maha Pengampun)

c

Al Mushawwir (Yang Maha Membentuk Rupa (makhluknya))

c

Al Baari` (Yang Maha Melepaskan (Membuat, Membentuk, Menyeimbangkan))

c

Al Khaliq (Yang Maha Pencipta)

Di puncak pencariannya, Muhammad saw menerima wahyu pertama di Gua Hira. Melalui lima ayat yang diturunkan pertama kali itu, Allah hendak memuaskan dahaga para pencari kebenaran, termasuk Muhammad tentang penciptaan alam semesta dan segala isinya. Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan.
Sungguh indah, ketika memperkenalkan sifat dan nama-Nya, Allah tidak serta merta mengklaim diri-Nya sebagai pencipta melainkan terlebih dahulu memerintah manusia untuk membaca. Jika manusia telah bersungguh-sungguh membaca alam ciptaan-Nya, mereka akan segera menemukan bahwa alam yang luasnya tak terhingga itu pasti ada yang menciptakan. Dia pasti Dzat yang absolut, distink, dan unique. Jika luasan jagat raya tidak bisa diukur dengan alat ukur dan alat hitung apapun, maka yang menciptakan pastilah Maha tak terhingga (absolute). Dzat yang absolute itu pastilah satu, tiada dua-Nya (distink), dan tiada satupun yang menyamai-Nya (unique). Akal sehat dan ilmu manusia dapat menjangkau sampai batas ini, tidak bisa lebih dari itu. Maka hidayah Allah-lah yang kemudian dapat mengantarkan manusia untuk mengenali Sang Pencipta.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya siang dan malam terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya) berkata: ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.’” (QS. Ali Imraan: 191)
Al-Qur’an menyebut kata Al-Khaliq sebanyak delapan kali, dan lebih dari 150 menyebut kata ‘khalaqa’ dan segala variannya. Rahasia di balik pengulangan sebanyak itu adalah untuk memberi aksentuasi tentang kehebatan dan kebesaran Allah dalam ciptaan-Nya.
Dalam banyak ayat, Allah menantang manusia untuk mencari cela di balik ciptaan-Nya. Al-Qur’an menyebut:
“Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu dapati sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu dalam keadaan payah.” (QS. Al-Mulk: 3-4)
Memperhatikan seluruh ciptaan-Nya, akal sehat kita segera menyadari bahwa pastilah sang kreator itu adalah dzat yang memiliki keluasan ilmu yang menyangkut bahan baku, kadar dan ukurannya, cara, serta waktu dan tempat yang sesuai agar ciptaan-Nya dapat berperan sesuai dengan tujuan penciptaan-Nya. Allah tidak pernah gagal dalam penciptaan segala sesuatu, bahkan Dia menyebut dirinya sebagai “Ahsanul Khaaliqiin”, The best and the beautiful creator.
Meskipun Allah menyebut diri-Nya sebagai ahsanul khaaliqin, Dia tetap “tawadhu” dengan mengakui keterlibatan pihak lain dalam terwujudnya sebuah karya cipta. Ketika menguraikan penciptaan manusia, Allah menggunakan kata “khalaqna al-Insaana”, Kami ciptakan manusia. Kata “na” atau “Kami” menunjukkan keterlibatan pihak lain, dalam hal ini adalah bapak ibu sang jabang bayi. Lain halnya ketika menyebut penciptaan Adam, Al-Qur’an hanya menyebutnya dengan kata “khalaqtu”, Aku ciptakan. Demikian halnya dengan penciptaan langit dan bumi. Lagi-lagi, kita diajak untuk mengenali Akhlaq Ilahi yang luar biasa.
Ajakan Allah kepada manusia untuk membaca tanda-tanda kebesaran-Nya melalui ciptaan-Nya bukan semata untuk menjadikan kita berdecak kagum sambil menggelengkan kepada dan mengucap “subhanallah”. Kagum itu boleh, bahkan harus, tapi lebih penting dari itu adalah meniru atau meneladani. Jadilah orang yang kreatif.
Ketika kita menjadi kreatif, jadilah kreator besar. Jangan tanggung-tanggung. Klaim Allah sebagai ahsanul-khaaliqiin mengarahkan kita untuk memiliki motivasi untuk menjadi the best. Kita memang tidak bisa menjadi ahsanul-khaaliqiin, tapi semangat ahsanul khaaliqiin haruslah lekat dan menjadi motivasi saat kita berkreasi.
Kedua, jadilah kreator yang jujur. Usahakan setiap kreatifitas itu original. Jangan sekali-kali menjiplak, sebab penjiplakan itu menunjukkan dua hal sekaligus, yaitu kebohongan dan kebodohan. Karya jiplakan merupakan penggabungan keduanya.
Masih berkait dengan kejujuran, jika ada keterlibatan pihak lain sebesar apapun, akuilah eksistensinya. Jangan mengklaim sendiri. Allah saja masih menggunakan kata “Kami” bukan “Aku” ketika menjelaskan tentang penciptaan manusia, karena di sana ada keterlibatan ibu dan bapak dalam proses penciptaan embrional ini.
Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan karya cipta.
 http://zanuarpages.wordpress.com/2012/12/21/al-khaaliq-indahnya-kreativitas-allah/

Al Mutakabbir (Yang Maha Megah, Yang Memiliki Kebesaran)

Bumi, matahari, bulan, bintang, langit, dan seluruh alam adalah ciptaan-Nya, milik-Nya, dan berada dalam kendali-Nya. Tidak ada daun kering yang jatuh dari tangkainya, kecuali atas ijin-Nya. Tiada semut hitam yang merayap di atas batu hitam, pada malam yang gelap gulita, kecuali atas pantauan dan penglihatan-Nya.
Dia-lah yang Maha Melihat, Maha Mendengar, dan Maha Mengendalikan. Dia-lah Yang Maha Besar, di tangan-Nyalah segala urusan.
Dengan kekuasaan yang sangat besar dan tak terbatas itu, adalah pantas bagi-Nya untuk menyombongkan diri. Sikpa sombong itu terutama ditujukan oleh-Nya kepada mereka yang angkuh, yang berjalan di muka bumi-Nya dengan membusungkan dada. Kepada mereka yang angkuh itu, Allah seolah menyapa: di bumi mana engkau sekarang menginjakkan kaki? Udaranya siapa yang anda hirup? Kepada makhluqnya siapa anda menyombongkan diri?
“Kebesaran (kesombongan atau kecongkakan) adalah pakaian-Ku dan keagungan adalah sarung-Ku. Barangsiapa yang merampas salah satu (dari keduanya), Aku lemparkan ia ke neraka Jahannam.” (Hadits Qudsi Riwayat Abu Dawud)
Allah adalah Al-Mutakabbir, hanya Dia yang pantas menyandang gelar ini. Seorang raja yang paling berkuasa sekalipun tak pantas menyandang kesombongan, sebab mereka lahir ke muka bumi tidak membawa apapun. Bahkan dirinya sendiri tak pernah meminta dilahirkan sebelumnya. Tidak ada manusia yang bisa memilih dikandung dalam rahim siapa, dan akan beribu bapak dengan siapa. Dalam penciptaan manusia, tidak ada intervensi, tidak juga interupsi. Penciptaan itu benar-benar murni kehendak Allah.
“Dia-lah Allah yang menciptakan kalian semua di dalam rahim-rahim ibu kalian, sesuai dengan yang diinginkan-Nya.” (QS. )
Bagaimana mungkin manusia berbuat sombong, sedang mereka sepanjang hidupnya senantiasa membawa urine dan kotoran yang busuk baunya? Setiap hari manusia mengeluarkan bau busuk melalui pori-porinya, berupa keringat. Bau busuk itu lebih menyengat lagi ketika Buang Air Kecil, maupun Buang Air Besar. Kelak ketika mereka mati, seluruh tubuhnya membusuk. Adakah yang bisa disombongkan manusia? Wahai manusia, janganlah kalian berjalan di muka bumi dengan angkuh, sebab kakimu tidak bisa menembus bumi, sedangkan ketinggianmu tidak bisa menembus langit.
Sesungguhnya orang yang sombong itu telah menggabungkan kebodohan dan kebohongan. Mereka bodoh karena tak tahu diri. Mereka berbohong karena sesungguhnya yang mereka bangga-banggakan bukan miliknya. Ia membohongi dirinya sendiri sebelum berbohong kepada orang lain.
Iblis dikutuk dan dilaknat sepanjang hidupnya bukan karena tidak mengakui eksistensi Allah, bahkan ia sangat mengenal-Nya. Ia juga mengakui keberadaan-Nya. Iblis dikutuk, karena ia menyombongkan diri, ketika menolak diperintah sujud kepada Adam. Iblis memandang dirinya lebih mulia dan lebih utama dari pada dirinya. Ia memandang Adam lebih hina dan pantas dihinakan.
“Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada para Malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabbur dan adalah ia termasuk golongan kafir.” (QS. Al-Baqarah: 34)
Allah tidak memberi toleransi sedikitpun kepada orang yang menyombongkan diri. Bagi Allah, tempat yang layak bagi mereka adalah neraka, sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Tidak akan masuk surga seseorang yang terdapat di dalam hatinya sebesar atom bibit keangkuhan.”
Bersikap sombong hanya boleh dilakukan oleh manusia, jika ia sedang menghadapi orang-orang yang menyombongkan diri. Sikap seperti itu, bahkan merupakan sedekah. Rasulullah saw juga bersabda: “Menyombongi orang yang angkuh adalah sedekah”.
Jika kita ingin meneladani sikap Al-Mutakabbir-Nya Allah, maka yang boleh kita tiru adalah bersikap sombong kepada orang-orang yang menyombongkan dirinya agar mereka segera sadar dan tidak berlarut-larut dalam keangkuhannya. Itulah sebabnya, berjalan dengan angkuh pada saat perang diperbolehkan, bahkan dianjurkan, agar musuh-musuh Islam merasa gentar dan berniat mengurungkan peperangan. Ketika Rasulullah menyaksikan para sahabat berjalan dengan angkuh pada saat perang, beliau berkomentar: “Sesungguhnya ini adalah cara jalan yang dibenci Allah, kecuali dalam situasi seperti ini”.
Ya Mutakabbir, hilangkan sifat sombong di hati kami dan gantikan dengan sifat tawadhu, merendah diri. Bukalah dada kami untuk menerima kebenaran, dari siapapun datangnya. Jauhkan kami dari sikap diskriminatif dan memandang rendah oorang lain. Ya Mutakabbir, hanya Engkau yang pantas menyandang gelar ini.
http://zanuarpages.wordpress.com/2012/12/19/al-mutakabbir-yang-pantas-menyombongkan-diri/

Al Jabbar (Yang Memiliki Mutlak Kegagahan)

Al-Jabbar, walau hanya disebut sekali dalam al-Qur’an, yakni pada surat Al-Hashr (59): 23 tapi hampir seluruh (jumhur) Ulama memasukkannya dalam 99 Asma Allah yang mulia (Asma’ul Husna). Allah memang pantas menyandang nama tersebut, sebab hanya Dia yang memiliki segala unsur yang terkandung dalam makna Jabbar tersebut.
Al-Jabbar memiliki makna ketinggian yang tak terjangkau. Ketika makna itu disandangkan kepada Allah, maka hal itu berarti bahwa Allah memiliki sifat agung yang menjadikan siapapun tak mampu menjangkau-Nya. Jabbar juga berarti Yang Mahatinggi sehingga memaksa yang rendah tunduk kepada yang dikehandaki-Nya. Semua yang terjadi di muka bumi, juga di langit adalah kehendak-Nya. Tak seorangpun yang mampu menghalangi kehendak-Nya.
Dalam al-Qur’an Allah menunjukkan keperkasaan-Nya:
“Kemudian Dia (Allah) menuju ke langit (yang ketika itu) berupa asap lalu berfirman kepadanya dan kepada bumi, “datanglah kalian berdua dengan patuh atau terpaksa!”. Keduanya berkata, “Kami datang dengan sukacita”.” (QS. Fushshilat: 11)
Tidak hanya dalam bentuk firman, Allah juga sering menunjukkan keperkasaan-Nya melalui berbagai kejadian alam. Contoh yang paling mutakhir adalah gempa alam dan gelombang Tsunami yang menghancurkan bumi Aceh dan kepulauan Nias. Tak satu kekuatanpun yang mampu mencegahnya. Hanya yang dikehendaki-Nya saja yang selamat dari mushibah tersebut. Melalui kejadian itu seolah Allah berpesan kepada manusia, “Lalu siapa lagi yang mau menyaingi dan menandingi keperkasaan-Ku?”
Dalam hadits Qudsi yang diriwayatkan Imam Muslim, Allah berfirman: “Kemuliaan adalah pakaian-Ku, keangkuhan adalah selendang-Ku, siapa yang mencoba merebutnya dari-Ku, akan Aku beri siksaan”.
Ketika penghuni bumi sudah mulai menunjukkan tanda-tanda kecongkakannya, mulai menyombongkan diri dan lupa kepada penciptanya, maka Allah memberikan pelajaran melalui berbagai peristiwa yang tak bisa diatasi oleh manusia. Peristiwa itu bisa berupa gejolak sosial, bisa juga berupa bencana alam. Meskipun demikian, ternyata banyak di antara manusia yang belum menyadari keperkasaan-Nya. Untuk itu, sekali lagi, dan ini yang untuk terakhir kalinya, Allah akan menujukkan keperkasaan-Nya melalui siksa neraka. “Semua muka tunduk kepada Yang Mahahidup lagi Mahapengatur dan sungguh celakalah orang-orang yang berbuat dzalim.” (QS. Thaha: 11)
Atas dasar itulah, jumhur Ulama berpendapat bahwa sifat ini tak layak disandang oleh manusia. Sebab dalam kenyataannya tak seorangpun yang mampu memaksa yang lebih rendah untuk tunduk kepada yang dikehendakinya. Manusia tak saja mampu menciptakan lalat, bahkan merekapun tak sanggup memaksakan kehendaknya pada lalat. Manusia tak pernah mampu memerintah lalat, bahkan merebut kembali apa yang telah dirampas oleh lalatpun, mereka tak sanggup melakukannya.
Meskipun demikian, Al-Ghazali masih memberi sedikit ruang kepada manusia yang terpuji akhlaqnya menyandang sifat Jabbar. Menurut Imam besar ini, bila sifat ini diteladani oleh manusia akan menjadikannya menduduki posisi yang lebih tinggi dari pengikutnya sehingga memaksa (secara otomatis) pengikutnya untuk meneladani dan mengikuti sikap, perilaku, dan pola hidupnya. Dengan demikian, ia memberi manfaat, bukan menarik manfaat. Dia mempengaruhi, bukan dipengaruhi. Dia diikuti, tidak mengikuti. Tak seorangpun yang memandangnya kecuali rindu kepadanya, bahkan si pemandang itu lupa menoleh pada dirinya sendiri. Sosok manusia yang paling pantas menyandang sifat ini adalah Muhammad saw. Beliau bersabda: “Sekiranya Musa hidup, ia tidak dapat kecuali mengikutiku”. (HR. Ahmad)
Ya Allah, Yang Maha pedih pembalasan-Nya, Yang Maha pemaksa penentang-Nya. Wahai Yang Maha Bijaksana, kami berlindung kepada-Mu dari tipu daya nafsu kami menyangkut apa yang Engkau tetapkan dan kehendaki. Kami berlindung kepada-Mu dari kejahatan mereka yang iri terhadap anugerah nikmat-Mu. Ya Allah, wahai yang menyempurnakan segala yang kurang, Yang memperkaya segala yang miskin, Yang memberi rasa aman segala yang takut, Yang mempermudah segala yang sulit, Ya Allah, Tuhan kami, permudahlah untuk kami segala yang sulit, karena bagi-Mu mempermudah yang sulit itu amat mudah. Amin.
http://zanuarpages.wordpress.com/2012/12/12/keagungan-al-jabbar/

Al `Aziiz (Yang Maha Perkasa)

Selain Ar Rahman dan Ar Rahim, Al Aziz termasuk Asma-Nya yang paling banyak disebut dalam Al Qur’an. Pengulangan yang tidak kurang dari 99 kali ini mengisyaratkan pentingnya asma Al Aziz.
Al Aziz dalam ensiklopedi Arab berarti kukuh, kuat, dan mantap. Bisa juga berarti angkuh, tidak terbendung, kasar, keras, dukungan, dan semangat membangkang. Bila dikaitkan langsung dengan Allah, maka berarti Yang Maha Mengalahkan siapapun yang melawan-Nya, dan tidak terkalahkan. Kekuatan-Nya tidak bisa dibendung dan kedudukan-Nya tidak bisa diraih. Begitu tingginya sehingga tidak bisa disentuh oleh keburukan dan kehinaan, karenanya Dia-lah Yang Maha Mulia.
“Barangsiapa yang menghendaki Al-izzat (kemuliaan), maka kemuliaan seluruhnya hanya milik Allah.” (QS Al-Faathir: 10)
Imam Al Ghazali memberi tiga syarat bagi penyandang sifat dan nama Al Aziz. Pertama, perannya sangat penting dan hanya sedikit yang bisa menjalankan. Kedua, keberadaannya sangat dibutuhkan. Ketiga, sulit untuk diraih atau disentuh. Tanpa terhimpunnya tiga syarat di atas, tidak wajar jika dinamai Al Aziz. Al Ghazali memberikan contoh matahari. Sekalipun dalam tata surya ia tidak ada bandingannya, manfaat dan kebutuhan terhadapnya sangat besar, namun ia belum layak disebut Al Aziz, karena siapapun tidak sulit menyaksikannya.
Al Aziz hanya pantas disandang Allah, karena hanya Dia yang bisa menghimpun tiga syarat itu sekaligus. Tak satupun yang bisa menghimpun tiga syarat di atas, tanpa kekurangan. Oleh karena itu Dia-lah Yang Maha Mulia, karena peran-Nya sangat sentral, dan hanya Dia yang bisa memegang peran itu. Segala makhluk membutuhkan-Nya dalam banyak hal, termasuk dalam hal wujud dan kesinambungan eksistensi. Di samping itu, tidak ada yang bisa meraih-Nya, sebab tidak ada yang bisa mengenal Allah kecuali Allah sendiri. Kita bisa mengenal Allah, karena Dia memperkenalkan eksistensi-Nya.
Karena kemuliaan (Al Aziz) itu milik Allah, maka Allah-lah yang paling berhak menganugerahkan kemuliaan kepada yang dikehendaki-Nya. Kaitannya dengan hal ini, Dia telah menegaskan dalam QS Al Munaafiquun: 8 bahwa kemuliaan dianugerahkan kepada Rasul dan orang-orang yang beriman.
Bagaimana cara mendapatkannya? Melalui hadis Qudsi Allah menjawab, “Sesungguhnya Tuhan kalian berfirman setiap hari, Akulah Al Aziz (Yang Maha Mulia), barangsiapa yang menghendaki kemuliaan dunia dan akhirat, hendaklah dia taat kepada Al Aziz”.
Seseorang yang mencari kemuliaan dengan cara mengabdi kepada manusia dan dunia (harta, tahta, dan mahkota), maka mereka tidak mendapatkan apa-apa, melainkan kehinaan di mata Allah dan di mata manusia. Allah akan menghinakan di dunia dan di akhirat. “Siapa yang mencari kemuliaan melalui suatu kaum, Allah akan menghinakannya melalui mereka”.
Itulah sebabnya, Rasulullah SAW yang memiliki sifat Aziz, menolak ketika ditawari jabatan, harta benda, dan wanita cantik, agar dia bersedia meninggalkan agamanya. Bahkan beliau berulangkali menyampaikan kepada manusia bahwa perjuangan dan dakwahnya sama sekali tidak minta diupah oleh siapapun. Beliau dan keluarganya juga tidak menerima shadaqah, zakat, dan infaq dari manusia. Sebaliknya, beliau amat peduli kepada manusia tanpa mengharap balas jasa.
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”. (QS At Taubah:128)
Orang yang mulia (aziz) di sisi Allah adalah mereka yang sangat banyak dibutuhkan hamba-hamba Allah dalam urusan yang paling penting, yakni segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan akhirat dan kebahagiaan abadi. Dalam hal ini, maka ranking pertama diduduki oleh para Rasul dan Nabi. Disusul kemudian para sahabat, tabiin, dan mereka yang melanjutkan risalah perjuangannya. Tingkat kemuliaan ini sangat ditentukan oleh besar kecil peranannya dalam membimbing dan mengarahkan masyarakat ke jalan-Nya.
Orang yang menghayati sifat Al Aziz senantiasa menjaga dirinya dari ketergantungan kepada siapapun. Ia senantiasa iffah (menjaga kesucian diri) dan uzlah dari kepentingan dunia. Ia tidak pernah mau mengulurkan tangan meminta bantuan orang lain, apalagi meminta-minta. Dalam keadaan yang paling sulit sekalipun, ia tetap menahan diri. Mereka ini telah digambarkan dalam Al Qur’an: “Orang-orang yang tidak tahu mengira mereka orang kaya karena memelihara diri mereka dari meminta-minta.” (QS Al Baqarah: 273)
Orang yang meneladani sifat Al Aziz senantiasa mengedepankan integritasnya, ia selalu tampil berwibawa, disegani, dan dihormati oleh setiap yang mengenalnya. Integritas pribadinya sangat menonjol, karena ia tidak pernah merendahkan diri kepada dunia maupun orang lain disebabkan harta atau kedudukan sosial. “Barangsiapa merendah demi kekayaan, maka dua pertiga agamanya telah hilang”.
Tuhan kami, Engkaulah Al Aziz, bersihkan hati kami dari rayuan materi sehingga kami tidak memandang mulia selain Engkau. Persaksikan kepada kami makna kemuliaan sehingga jiwa kami menjadi tebusan untuk-Mu dan himpunlah kami bersama orang-orang arif yang telah Engkau anugerahi kemuliaan sehingga hati mereka penuh kemuliaan-Mu serta curahkanlah kepada kami rahasia kemuliaan-Mu sehingga jiwa kami mengangkasa menuju keharibaan-Mu. Amin.
http://zanuarpages.wordpress.com/2012/11/18/mulianya-al-aziz/

Nama tersebut termasuk Al-Asma`ul Husna, sebagaimana terdapat dalam nash Al-Quran dan Hadits. Di dalam Al-Quran di antaranya di Surat Al-Baqarah ayat 129:
“Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Sedangkan di dalam hadits di antaranya diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas c, ia berkata: Rasulullah n bersabda:
“Manusia dikumpulkan di Hari Kiamat dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang dan tidak dikhitan sebagaimana dahulu mereka diciptakan….Maka aku mengatakan seperti yang dikatakan seorang hamba yang shalih: Jika engkau siksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu dan jika Engkau ampuni mereka, sesungguhnya Engkau adalah Al-Aziz (Maha Perkasa) dan Maha Bijaksana.” (Shahih, HR. At-Tirmidzi dalam Kitab Shifatul Qiyamah… Bab Ma Ja`a fi Sya`nil Hasyr no. 2423. Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani mengatakan: Shahih)
Adapun makna nama Allah Al-’Aziz adalah yang memiliki sifat ‘izzah.
Al-‘Izzah menurut para ulama memiliki tiga makna:
q    Al-’Izzah yang berasal dari kata artinya pertahanan diri dari musuh yang hendak menyakiti-Nya sehingga tidak mungkin tipu dayanya akan sampai kepada-Nya. Sebagaimana dalam hadits qudsi Allah I berfirman:
“Wahai hamba-hamba-Ku sesungguh-nya kalian tak akan dapat mencelakai Aku, sehingga membuat Aku celaka…”
q    Al-’Izzah yang berasal dari kata artinya mengalahkan dan memaksa. Contoh penggunaan kata itu dengan makna tersebut:
“Sesungguhnya saudaraku ini mem-punyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor saja. Dia berkata: ‘Serahkanlah kambingmu itu kepadaku,’ dan dia mengalahkan aku dalam perdebatan.” (Shad: 23)
Sehingga maknanya adalah Allah I Maha Perkasa, memaksa dan mengalahkan musuh-musuh-Nya, sedang musuh-Nya tidak mampu mengalahkan dan memaksa-Nya. Makna inilah yang paling banyak penggunaannya.
q    Dari kata  artinya kuat.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin mengatakan: “Sifat ‘izzah menunjukkan kesempurnaan sifat-sifat Allah I dan bahwa tiada yang menyerupainya dalam hal kuat/mulia kedudukan-Nya.”
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di mengatakan: “Al-’Aziz artinya yang memiliki segala macam kemuliaan: kemuliaan kekuatan, kemuliaan kemenangan, dan kemuliaan pertahanan. Sehingga tidak seorangpun dari makhluk dapat mencela-kai-Nya. Dan Ia mengalahkan dan menundukkan seluruh yang ada, sehingga tunduklah kepada-Nya seluruh makhluk karena kebesaran-Nya.”
Pengaruh Nama Al-’Aziz pada Hamba
Pengaruhnya pada diri seorang hamba, nama tersebut membuahkan sikap tunduk kepada-Nya, dan tidak mungkin bagi makhluk untuk melakukan sesuatu untuk memerangi Allah I seperti melakukan riba atau merampok. Karena keduanya meru-pakan salah satu bentuk memerangi Allah I, sebagaimana dalam surat Al-Baqarah ayat 279 dan Al-Ma‘idah ayat 33.
Nama ini juga membuahkan sifat mulia dalam diri seorang mukmin dalam berpegang dengan agamanya, sehingga ia mulia di hadapan orang kafir, merendah di hadapan mukminin.
Selain itu, nama ini juga membuahkan sikap selalu memohon pertolongan kepada Allah I dari kejahatan musuh karena Dia-lah yang Maha Kuat lagi Perkasa.
 http://mengenalalloh.blogspot.com/2011/12/al-azis.html

Al Muhaimin (Yang Maha Pemelihara)

Sebelum meninggalkan sarangnya, seekor induk burung memeriksa lingkungannya. Ia baru terbang meninggalkan sarangnya bila dipastikan anak burung yang ditinggalkannya benar-benar aman dari binatang pemangsa. Setelah cukup mendapatkan makanan yang bisa mengenyangkan perutnya dan bekal untuk anaknya, ia segera beranjak pulang. Dengan penuh kesabaran, sang induk menyuapi makanan dan merentangkan sayapnya untuk melindungi anak-anaknya. Rutinitas itu dilakukannya setiap hari sampai si anak burung dapat makan sendiri.
Dalam keadaan si anak burung itu masih lemah, jangan coba-coba mengganggu. Si Induk pasti marah dan mematok pengganggunya, hampir-hampir ia sendiri tak memedulikan keselamatannya sendiri. Begitulah pemeliharaan si induk burung terhadap anaknya. Ia menjaga, merawat, dan memeliharanya, juga mengajarinya berjalan, terbang, dan mencari makan. Sang induk baru melepaskan tanggung jawab pemeliharaannya ketika sang anak sudah benar-benar mandiri. Pemeliharaan seperti ini oleh orang Arab disebut MUHAIMIN.
Tak hanya induk burung yang secara naluriah melakukan pemeliharaan seperti ini, juga sebagian besar induk binatang lainnya terhadap anak-anaknya. Demikian pula makhluk Allah yang bernama manusia. Suatu hari Aisyah mendapati seorang ibu bersama dua anaknya sedang berjalan mencari makanan. Dari tangan Aisyah, si ibu mendapatkan tiga potong roti, yang segera dibagikan secara merata, masing-masing satu potong. Karena sangat lapar, kedua anak itu melahapnya sangat cepat hingga habis, sementara bagian si ibu belum dimakan. Si ibu sejenak memandangi kedua anaknya yang kelihatan masih kurang. Dengan penuh kasih sayang, roti sepotong yang menjadi bagiannya itu dibagi habis untuk anak-anaknya, sementara sang ibu rela menahan lapar demi anak-anaknya.
Peristiwa tersebut diceritakan Aisyah kepada suaminya, Rasulullah saw. Beliau kemudian berkomentar bahwa kasih sayang dan pemeliharaan Allah kepada hamba-hamba-Nya melebihi kasih sayang dan pemeliharan sang ibu kepada anak-anaknya.
“Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Mahasuci, Yang Mahasejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Memelihara.” (QS. Al-Hasyr: 23)
Bagaimana pemeliharaan Allah terhadap hamba-Nya? Dialah AL MUHAIMIN yang memelihara seluruh alam, terlebih manusia dengan segala kesempurnaan-Nya. Pemeliharaan Allah kepada manusia tak bisa dibandingkan dengan apapun juga. Disamping karena kasih sayang-Nya yang tak terbatas, pengetahuan-Nya tentang yang dipelihara-Nya meliputi segala sesuatu hingga detailnya.
“Maka apakah Tuhan yang menjaga setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya (sama dengan yang tidak demikian sifat-nya?)” (QS Ar-Ra’d: 33)
AL MUHAIMIN adalah Dzat yang memelihara dan mengurusi segala permasalahan makhluk-Nya. Dia melihat dan mengetahui segalanya tentang makhluk-Nya, tanpa ada yang tersembunyi, baik yang berupa ucapan maupun perbuatan, juga gerakan hati. Tidak ada sesuatu apapun yang luput dari-Nya, termasuk sebiji atom yang sangat kecil dan ringan. Dia mengawasi segala sesuatu, menjaga dan memeliharanya.
Menurut Al Ghazali, kata Al Muhaimin yang menjadi salah satu Asma Allah yang Indah mengandung makna bahwa Allah itu menangani, mengawasi segala urusan makhluk-Nya dari sisi amal perbuatan mereka, rejeki, dan ajalnya. Pengawasan dan pemeliharaan itu dilakukan dengan pengetahuan, penguasaan terhadap kodrat, dan pemeliharaan terhadap akal.
Jika dikaitkan dengan Asma al Husna sebelumnya, Al Muhaimin dideretkan setelah As Salam dan Al Mukmin. Itu artinya bahwa untuk memenuhi rasa damai dan aman yang dikandung oleh As Salam dan Al Mukmin, diperlukan pengetahuan yang sangat dalam menyangkut hal-hal yang bersifat tersembunyi, yaitu Al Muhaimin. Sifat ini bermakna kesaksian yang dilandasi pengetahuan menyeluruh tentang detail, serta pandangan yang mencakup keseluruhan dari yang lahir maupun yang batin, sehingga tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya.
Bagi kita yang menghayati Al Muhaimin senantiasa menyadari bahwa Allah menguasai dan mengetahui segala gerak geriknya, bahkan yang disembunyikan dalam hatinya. Itulah sebabnya penghayat Al Muhaimin selalu meluruskan niat dan motivasinya agar tidak melenceng dari garis ketentuan-Nya.
Ya Ilahi, Engkau pengawas sempurna lagi saksi yang pengetahuan-Nya mencakup seluruh alam raya, …Engkau pula yang terlaksana kudrat-Nya di seluruh wujud ini, limpahkanlah cahaya rahasia nama-Mu “AL MUHAIMIN” sehingga aku mengetahui rincian gejolak hatiku, sisi terdalam dari nuraniku, serta rahasia-rahasia penutup diriku… agar aku bisa mengawasi niat dan motivasiku, meluruskan anggota tubuhku, dan mampu pula menegakkan perbuatanku sesuai dengan apa yang Engkau sukai. Ya Allah, laksanakanlah keinginanku melalui kudrat-Mu terhadap anggota tubuhku sehingga aku dapat mengarahkannya menuju syariat-Mu.
 http://zanuarpages.wordpress.com/2012/11/08/sempurnanya-pemeliharaan-al-muhaimin/

Al Mu`min (Yang Maha Memberi Keamanan)

Ketika manusia baru lahir, ia adalah makhluk yang lemah. Ia sangat membutuhkan rasa aman dari orang-orang di sekitarnya, terutama ibunya. Ia membutuhkan jaminan pasokan makanan karena ia tidak bisa mencari makanan sendiri, bahkan untuk memasukkan makanan ke mulutnya ia memerlukan bantuan orang lain. Si bayi membutuhkan perlindungan dari udara dingin, dari ancaman nyamuk, bahkan dari kotorannya sendiri. Gelapnya malam sering membuatnya merinding ketakutan.
“Dialah Allah, tiada tuhan selain Dia, Raja, Yang Mahasuci, Yang Mahasejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan.” (QS. Al-Hasyr: 23)
Ketika manusia beranjak dewasa, saat fisiknya sudah kuat, bukan berarti mereka sudah bebas dari rasa takut. Bencana alam berupa kiriman air bah, badai laut, tsunami, angin puyuh, gempa bumi, tanah longsor, kebakaran, langit yang bergemuruh dengan suara petir yang sambar menyambar, menjadi ancaman yang sangat mengerikan. Siapa yang tidak takut menghadapinya?
Berbagai usaha dilakukan manusia untuk mengurangi rasa takut. Mereka bercocok tanam agar mendapatkan jumlah makanan yang memadai. Mereka juga berdagang dan menjalankan berbagai usaha bisnis. Sebagian lagi membangun rumah sakit untuk memberikan pengobatan kepada masyarakat yang sakit.Ada yang membangun bendungan untuk mencegah datangnya banjir. Sebagian lagi membangun kastil dan benteng untuk meghindari serangan musuh yang bisa datang sewaktu-waktu. Yang merasa lemah meminta perlindungan kepada yang lebih kuat. Yang terakhir ini berlaku perorangan maupun Negara.
Apakah dengan berbagai usaha di atas lantas manusia merasa aman? Belum. Masih banyak lagi ancaman dan bahaya yang tak terhingga jumlahnya. Tempat tidur yang paling nyaman sekalipun mengandung bahaya yang tidak kalah mengerikan. Bayangkan, justru di tempat yang empuk itu sebagian besar manusia menemukan ajalnya. Lalu di mana manusia mendapatkan keamanan? Kepada siapa mereka bisa mendapatkan rasa aman?
Kalaulah ada bumi lain selain buminya Allah, kalaulah ada tempat berpijak lain selain bumi yang kita pijak sekarang, bolehlah manusia lari ke sana. Akan tetapi tidak ada tempat berpijak lain selain buminya Allah. Bahkan kita sendiri adalah milik Allah. Kita berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya. Lalu bagaimana?
Yang bisa memberi keamanan dan rasa aman hanyalah Allah. Kita tidak bisa lari dari-Nya, sebab kemana saja kita hadapkan wajah kita, di situ akan bertemu Allah. Hanya Dia yang bisa memberi rasa aman, jauh lebih banyak dan lebih besar dari rasa aman yang diberikan oleh ibu kepada anak bayinya atau suami kepada istrinya.
“(Yaitu Tuhan) yang menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku yang memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku kembali, dan Yang amat kuinginkan akan mengampuniku pada hari kiamat.” (QS Asy-Syu’araa: 78–82)
Dia-lah Allah, yang memiliki nama indah Al Mukmin, yang memberi keamanan dan rasa aman. Dia-lah satu-satunya yang bisa memberi keamanan sejati, lahir dan batin.
Hanya Dia, Al Mukmin yang dapat memberi rasa aman secara menyeluruh. “Yang memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa takut.” (QS. Quraisy: 4)
Nanti, ketika manusia menghadapi siatuasi yang kacau balau saat-saat menghadapi hari perhitungan (yaum al hisab), ketika amal manusia ditimbang (mizan), saat nasib manusia ditentukan masuk surga atau neraka. Hanya Dia yang bisa memberi rasa aman. Pada saat itu hanya hamba-Nya yang mukmin saja yang akan mendapatkan rasa aman.
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan ‘Tuhan kami adalah Allah’, kemudian mereka meneguhkan pendiriannya, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan, ‘janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih. Bergembiralah kamu (dengan memperoleh) surga yang telah dijanjikan oleh Allah kepadamu. Kami pelindung-pelindung pada kehidupan di dunia dan akhirat. Di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan apa yang kamu minta.” (QS. Fushshilat: 30-31).

http://zanuarpages.wordpress.com/2012/11/03/al-mukmin-yang-memberi-rasa-aman/

Al-Mumin (Maha Terpercaya, Maha Pemberi Rasa Aman)


Kata ini bermakna adanya pembenaran Allah swt terhadap keimanan hamba-hamba-Nya dan janji-janji-Nya atas mereka. Kata al-Mukmin juga berarti “pemberian rasa aman” dari Allah swt pada seluruh makhluk-Nya. Satu-satunya kata al-Mukmin yang disandarkan pada Allah disebut dalam Q.S. al-Hasyr (59): 23 yang disandingkan dengan sifat-sifat Allah lainnya, seperti al-Malik, al-Quddūs, as-Salām, al-Muhaimin, al-Azīz, al-Jabbār, dan al-Mutakabbir. Sementara kata “mukmin” (orang yang beriman) disebutkan sekitar 14 kali dalam al-Qur'an yang kesemuanya merujuk pada manusia.
 
http://muslimlife.com/doa_dzikir/asmaul_husna#.UbGVGthe7Mw
 

As Salaam (Yang Maha Memberi Kesejahteraan)

As-Salaam adalah salah satu dari sekian Asma Allah yang lainnya. Sang pemilik dan penyebar kedamaian. Dia-lah yang mengajarkan manusia arti kedamaian dan keselamatan. Ia-lah jua yang mengutus manusia-manusia beriman untuk terus menerus menebarkan kedamaian di muka bumi. Dan lewat asma-Nya yang satu ini, Rasulullah saw telah menjadikan kedamaian sebagai bagian integral ajaran yang ditebarkannya, beliau bersabda: Assalaamu minal islam, menyebarkan kedamaian merupakan bagian terpenting Islam, yang juga memuat makna keselamatan.

Iman, menurut Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah bisa bertambah dan bisa berkurang. Di antara yang menjadi faktor bertambahnya keimanan seorang muslim, ialah dengan mempelajari nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang mulia.

Syaikh 'Abdurrazzâq bin 'Abdul-Muhsin al-‘Abbâd –hafizhahullah- berkata: “Sesungguhnya mengenal nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang tercantum dalam Al-Qur`ân dan Hadîts, dan hal-hal yang menunjukkan kesempurnaan Allah Subhanahu wa Ta'ala dari segala segi merupakan gerbang ilmu paling agung yang dapat menambah keimanan”.[1]

Dalam rubrik ini, kami mengajak para pembaca untuk menyelami makna as-Salâm, yang merupakan salah satu nama Allah Subhanahu wa Ta'ala yang mulia. Nama ini tercantum dalam Al-Qur`ân dan Hadîts, serta sebagaimana ucapan para ulama.

NAMA ALLAH SUBHANAHU WA TA'ALA AS-SALAM DALAM AL-QUR'AN
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.

هو الله الذى لآ اله الا هو الملك القدوس السلم المؤ من المهيمن العز يز الجبا ر التكبر سبحن الله عما يشر كون

"Dialah Allah, tidak ada sesembahan yang haq selain Dia. Maha Raja Yang Mahasuci, Yang Mahasejahtera (as-Salâm), Yang Menjaga Keamanan, Pemelihara Keselamatan, Yang Mahaperkasa, Yang Mahakuasa, Yang Memiliki Segala Keagungan. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan" [al-Hasyr/59:23]

NAMA ALLAH, AS-SALAM DALAM HADÎTS

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ : كُنَّا إِذَا كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ فِي الصَّلَاةِ قُلْنَا السَّلَامُ عَلَى اللَّهِ مِنْ عِبَادِهِ السَّلَامُ عَلَى فُلَانٍ وَفُلَانٍ فَقَالَ النَّبِيُّ لَا تَقُولُوا السَّلَامُ عَلَى اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ السَّلَامُ وَلَكِنْ قُولُوا التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ

'Abdullah (bin Mas’ud) Radhiyallahu 'anhu Berkata : Dahulu, jika kami shalat bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, kami mengucapkan: "As-Salâm (keselamatan) bagi Allah dari hamba-hamba-Nya, dan as-salâm atas Fulan dan si Fulan," maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah kalian mengucapkan as-Salâm atas Allah, karena sesungguhnya Allah itu as-Salâm, akan tetapi ucapkanlah: 'At-Tahiyât (ucapan selamat), ash-Shalawat (ibadah) dan ath-Thayyibât (pujian) bagi Allah. Salam (keselamatan) serta rahmat Allah, dan keberkahan-Nya atas anda, wahai Nabi. Dan salam atas kita dan hamba-hamba Allah yang shâlih'." [HR Bukhâri].

عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا وَقَالَ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ

"Dari Tsauban Radhiyallahu 'anhu, dia berkata: "Dahulu, apabila Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah selesai dari shalatnya, beliau beristighfar tiga kali, dan berkata: 'Ya Allah, Engkau adalah as-Salâm, dan dari-Mu lah keselamatan, Engkau Maha Tinggi Yang Memiliki Kebesaran dan Kemuliaan'." [HR Muslim].

MAKNA AS-SALÂM
As-Salâm, secara bahasa bermakna as-Salâmah. Yaitu selamat dari aib dan kekurangan.[2]

Imam Ibnu Katsîr rahimahullah berkata: “As-Salâm, maknanya, yang selamat dari segala aib dan kekurangan, karena kesempurnaan dzat, sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya (Allah)" [3]

Imam asy-Syaukâni rahimahullah berkata: “As-Salâm, maksudnya, yang selamat dari semua kekurangan dan aib".

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “As-Salâm adalah salah satu nama Allah Subhanahu wa Ta'ala, merupakan isim mashdar, seperti al-Kalâm dan al-‘Athâ`, yang bermakna selamat. Oleh karenanya, Allah Subhanahu wa Ta'ala lebih berhak untuk menyandangnya daripada selain-Nya, karena Dia (Allah Subhanahu wa Ta'ala ) selamat dari setiap cacat, aib, kekurangan maupun celaan. Dia Subhanahu wa Ta'ala memiliki kesempurnaan yang mutlak dari segala segi. Kesempurnaan-Nya merupakan keharusan dari Dzat-Nya. Tidaklah Dia Subhanahu wa Ta'ala kecuali Maha Sempurna.

Ada pula yang mengatakan: Yang mengucapkan salam kepada hamba-hamba-Nya di surga, berdasarkan ayat.

سلم قو لأ من رب رحيم

"(Kepada mereka dikatakan), “Salâm,” sebagai ucapan selamat dari Rabb Yang Maha Penyayang" [Yâsîn/36:58].

Ada pula yang memaknai, makhluk yang selamat dari kezhaliman-Nya [4], dan inilah pendapat kebanyakan para ulama…[5]

As-Salâm, mencakup keselamatan perbuatan-perbuatan-Nya dari kesia-siaan, kezhaliman, kecurangan, dan mencakup keselamatan sifat-sifat-Nya dari penyerupaan dengan sifat-sifat makhluk, serta meliputi kesempurnaan Dzat-Nya dari setiap kekurangan dan aib, dan meliputi keselamatan nama-nama-Nya dari setiap celaan".

Nama Allah, as-Salâm, mencakup penetapan semua kesempurnaan bagi-Nya dan peniadaan semua kekurangan dari-Nya. Ini adalah kandungan makna dari Subhnâllah wal-Hamdu lillahi” (Maha Suci Allah dan segala pujian bagi-Nya). Dan nama Allah, as-Salâm, mengandung pengesaan bagi-Nya dalam ulûhiyah (penyembahan dan pengagungan). Dan ini merupakan kandungan dari makna Lâ ilaha illallah, wallahu Akbar (tidak ada yang berhak disembah dengan haq kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan Dia Maha Besar). Maka nama Allah, as-Salâm, mengumpulkan al-Bâqiyâtu ash-Shâlihât (semua nama Allah yang baik dan sifat-Nya yang mulia), yang dengannya Allah Azza wa Jalla dipuji.

Di antara rincian penjelasan terhadap apa yang sudah disebutkan di atas, bahwasanya Dia adalah al-Hayyu (Yang Maha Hidup), yang selamat kehidupan-Nya dari kematian, rasa ngantuk, tidur dan perubahan. Dia adalah al-Qâdir (Yang Maha Kuasa), yang selamat kekuasaan-Nya dari kelelahan, kecapekan, keberatan dan kelemahan. Dia adalah al-‘Alîm (Yang Maha Mengetahui), yang selamat ilmu-Nya dari ketidaktahuan terhadap sesuatu meskipun sebesar biji sawi.

Demikianlah, semua sifat-Nya berada dalam timbangan di atas. Keridhaan-Nya selamat dari kemurkaan, kelembutan-Nya selamat dari balas dendam, keinginan-Nya selamat dari kebencian, kekuasaan-Nya selamat dari kelemahan, kehendak-Nya selamat dari hal yang menyelisihinya, firman-Nya selamat dari kedustaan dan kezhaliman, bahkan Maha Sempurna kalimat-kalimat-Nya sesuai dengan keadilan dan kebenaran, dan janji-Nya selamat dari penyelisihan …" [6]

ANTARA NAMA ALLAH, AS-SALÂM DENGAN UCAPAN AS-SALÂMU ‘ALAIKUM
Makna as-Salâm dalam ucapan as-salâmu ‘alaikum, ada dua. Pertama, (semoga) barakah nama Allah as-Salâm tercurah kepada kalian. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan melontarkan salam kepada orang-orang kafir dari kalangan Ahli Kitab. Karena as-Salâm merupakan salah satu nama Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sehingga, tidak boleh memintakan keberkahan bagi orang kafir dari nama Allah Subhanahu wa Ta'ala tersebut. Kedua, keselamatan yang dimohonkan ketika ucapan salam.

Kedua makna ini sama-sama benar. Maksudnya, barang siapa berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan nama-nama-Nya yang baik, untuk dia meminta dalam setiap permintaan dan bertawassul kepada-Nya dengan nama Allah yang sesuai dengan permintaannya. Jika hal ini sudah jelas, maka ketika seseorang meminta keselamatan (as-Salaamah) yang merupakan bagian terpenting dalam hidupnya, maka dia menyebut nama Allah “As-Salaam”.

Jadi, ucapan as-salâmu ‘alaikum mencakup nama Allah, as-Salâm, dan memohon keselamatan dari-Nya.

Apabila hal ini sudah jelas, maka terbukalah tabir hikmah (rahasia) pengucapan salam ketika seorang muslim bertemu dengan muslim lainnya, bukan dengan doa atau ucapan lain. Karena, setiap umat memiliki ucapan salam tersendiri, seperti "selamat pagi", "semoga engkau berumur panjang", dan lain-lain. Kemudian, Allah Subhanahu wa Ta'ala mensyariatkan kepada kaum muslimin ucapan selamat di tengah mereka dengan ucapan ”as-salâmu’alaikum”. Ucapan ini lebih utama dari semua ucapan selamat yang dilakukan oleh manusia pada umumnya. Karena ungkapan as-salâmu’alaikum ini mencakup keselamatan yang menjadi tonggak kehidupan dan kebahagiaan. Ini juga merupakan inti segala sesuatu. Karena harapan manusia terbagi dua. yaitu selamat dari kejelekan dan memperoleh kebaikan. Dan selamat dari kejelekan lebih diutamakan daripada memperoleh kebaikan.

Begitu pula di surga, dikarenakan surga adalah Dârussalâm, tempat keselamatan dari segala aib, kejelekan, dan cacat, bahkan selamat dari setiap perkara yang mengurangi kenikmatan hidup. Sehingga ucapan selamat para penghuni surga adalah salâmun, dan Allah Subhanahu wa Ta'ala mengucapkan kepada mereka ucapan selamat ”As-Salâm”. Begitu pula, para malaikat mendatangi mereka dari segala pintu dengan mengucapkan :

سلم عليكم بما صبريم فنغم عقبى الدار

"Selamat sejahtera atasmu karena kesabaranmu,” maka alangkah nikmatnya tempat kesudahan itu" [ar-Ra’d/13:24)]

Syaikh Muhammad bin Shâlih al-'Utsaimîn rahimaullah berkata: “As-Salâm, bermakna doa meminta keselamatan dari setiap gangguan. Jika anda mengatakan kepada seseorang "as-salâmu'alaika", maka maksudnya, anda sedang berdoa kepada Allah untuknya agar Allah Subhanahu wa Ta'ala menyelamatkannya dari gangguan-gangguan, kegilaan, (kejahatan) manusia, kemaksiatan dan dari penyakit hati, serta dari api neraka. Ini adalah lafazh yang umum, dan maknanya adalah doa bagi seorang muslim dengan keselamatan dari segala gangguan”.[9]

KESIMPULAN DAN FAIDAH
1. Penentuan nama Allah haruslah sesuai dengan dalil dari Al-Qur`ân dan Hadiits yang shahiih, serta sesuai dengan pemahaman ulama Ahlus-Sunnah.

2. Merenungi dan memahami nama Allah Subhanahu wa Ta'ala merupakan faktor yang utama yang dapat menambah keimanan seorang muslim kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

3. Di antara 99 asma` Allah al-Husna adalah as-Salâm. Sehingga kita wajib menetapkan hal itu.

4. Dibolehkan untuk memberi nama anak dengan 'Abdussalâm. Karena as-Salâm merupakan nama Allah. Ibnu Qutaibah rahimahullah berkata : “Di antara nama Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah as-Salâm, dan karenanya seseorang dinamakan 'Abdussalâm, seperti halnya (nama) 'Abdullah”.

5. As-Salâm, merupakan nama Allah Subhanahu wa Ta'ala yang kita diperintahkan untuk berdoa dengannya, sebagaimana Allah berfirman :

"Dan bagi Allah al-Asma` al-Husna, maka berdoalah kepada Allah dengannya" [al-A’râf/7:180]

6. Makna as-Salâm, ialah yang selamat (disucikan) dari segala aib, cacat dan sifat kekurangan. Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha Suci dari setiap hal yang mengurangi sifat kesempurnaan-Nya, dan dari penyerupaan makhluk terhadap-Nya, serta dari sekutu yang menandingi-Nya dalam segala segi.[11]

7. Seorang muslim wajib untuk meminta keselamatan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sebab, keselamatan hanyalah bersumber dari-Nya [12]. Dan diharamkan baginya meminta keselamatan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala, baik kepada malaikat yang dekat dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala, nabi yang diutus, wali atau kiai atau habib atau tuan guru, atau makhluk lainnya.

8. Dzikir yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bukan hanya sekedar bacaan di bibir. Dzikir haruslah direnungkan maknanya, dan konsekwensinya direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang yang memahami nama Allah, as-Salâm, dan menjadikannya sebagai dzikir serta doa seperti yang telah diajarkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka ia akan selalu mensucikan Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam ulûhiyah (ibadah), rububiyah, serta nama dan sifat-Nya dari sekutu-sekutu, maupun dari hal yang tidak layak bagi-Nya. Dan inilah jalan para nabi dan rasul, sebagaimana Allah berfirman:

"Mahasuci Rabbmu, Rabb Yang Mahaperkasa dari sifat yang mereka katakan. Dan selamat sejahtera bagi para rasul. Dan segala puji bagi Allah Rabb seluruh alam" [ash-Shâffât/37:180-182].

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata tentang ayat di atas: “Allah Subhanahu wa Ta'ala mensucikan diri-Nya dari apa yang disifatkan oleh orang-orang yang menyimpang dari ajaran para rasul, dan Allah Subhanahu wa Ta'ala mengucapkan selamat kepada para rasul, dikarenakan selamatnya ucapan mereka dari kekurangan dan aib …, maka Ahlus-Sunnah wal- Jama’ah tidak menyimpang dari ajaran para rasul, karena ia adalah shirathal mustaqim”.[13]

9. Betapa indah ajaran Islam, dan alangkah mulia petunjuk Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang telah mengajarkan ucapan salam. Sebuah ucapan yang merupakan doa keselamatan dari seorang muslim kepada saudaranya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُم

"Tidaklah kalian bisa masuk surga hingga kalian beriman, dan kalian tidaklah beriman hingga kalian saling mencintai. Tidakkah kalian ingin aku tunjukkan kepada sesuatu? Jika kalian melaksanakannya, maka kalian saling mencintai. Yaitu tebarkan salam di antara kalian". [HR Muslim]

10. As-Salâm, adalah as-Salâmah (keselamatan) yang merupakan hal terpenting dalam kehidupan manusia di dunia dan di akhirat. Semoga Allah senantiasa memberikan keselamatan kepada kita di dunia dan di akhirat.

http://mengenalalloh.blogspot.com/2011/12/as-salam-rahasia-dibalik-nama-alloh-as.html